Minggu, 15 Juli 2012

Jaman Keemasan Islam Dan Kontribusinya Terhadap Peradaban


Seberapa dalam kepercayaan “Muslim-muslim” jenius dari “jaman emas” Islam kepada agama Islam? Kenyataannya di jaman mereka itu, mereka semua dicap Murtad.


Dalam “Jaman Keemasan Islam” ini (abad 8 – 14 M), dunia Islamic paling maju dalam bidang sains, teknologi, industri, dagang, dan lain-lain. Periode ini antara lain menghasilkan jenius-genius sains, literatur dan filosofi seperti :

Al-Khowarizmi (780 – 850 M), Al-Kindi (801 – 873 M), Al-Battani (850 – 929 M), Al-Zahrawi (936 – 1013 M), Al-Biruni (973 – 1050 M), Ibn-Sina (973 – 1037 M), Abdallah Al-Ma’arri (973 – 1057 M), Omar Khayam (1048 – 1122 M), Ibn-Rushd (1128 – 1198 M), Jalaluddin Rumi (1207 – … M).
Teologi Mu’tazili berasal dari abad ke 8 M di Al-Basrah (atau Basra), kota besar Iraq, ketika Wasil Ibn ‘Atta’ berpisah dari gurunya, Al-Hasan Al-Basri, akibat cekcok teologi. Jadi, Ibn ‘Atta’ dan pengikutnya dicap “Mu’tazila” yang berarti “pembangkang Islam”.

Teologi Mu’tazila ini merupakan ekspansi atas logika dan rasionalisme filosofi Yunani yang dikombinasi dengan doktrin-doktrin Islam, dan menunjukkan bahwa keduanya dari akar-akarnya sama sekali tidak cocok (inherently incompatible).

Selama periode ini, sejumlah pertanyaan diperdebatkan teolog-teolog Muslim, termasuk apakah Al-Quran ciptaan manusia atau Tuhan, apakah setan diciptakan Tuhan, masalah nasib yang sudah ditentukan dari atas (predestination) vs kemauan bebas, apakah atribut-atribut Allah dalam Al-Quran ditafsirkan secara alegoris atau secara literal, dan apakah Muslim-muslim yang berdosa akan ke Neraka.

Ideologi Mu’tazila percaya bahwa Al-Quran diciptakan Muhammad dan bukan oleh Allah. Mereka percaya bahwa Muhammad tidak mengadakan pembicaraan langsung dengan Allah. Dan doktrin-doktrin yang dianggap murtad ini oleh Islam, ditentang Kalifah Bagdad, Abbasid, Harun Al-Rashid (763 – 809 M) dan dijadikan kebijakan resmi puteranya, Kalif Al-Mamun. Kalif Al-Mamun bahkan memberlakukan hukuman, yang disebut dengan Mihna dalam bahasa Arab, yang berarti Penderitaan (833 – 848 M), bagi mereka yang memilih ideologi Mu’tazila. Korban Mihna paling terkenal adalah Ahmad Ibn Hanbal yang dipenjara dan disiksa, dan hakim Ahmad Ibn Nasr Al-Khuza’i yang dihukum Salib.

Titik utama filosofi Mu’tazila adalah kemauan bebas, rasionalisasi dan pemikiran ilmiah yang merasuk dalam filosofi Yunani. Dalam sajak berikut ini, penyajak, filsuf, astronom dan ahli matematika, Omar Khayam, mengecam Islam dan menunjukkan kekagumannya bagi filosofi Yunani:

“If Madrasahs of those drunks
Became the educational institutes
Of teaching philosophy ofEpicures, Plato and Aristotle;
If Abode and Mazars of Peer and Dervish
Is turned into research institutes,
If men instead of following blind faith of religion
Should have cultivated ethics,
If the abode of worships were turned into
Centers of learning of all academic activities,
If instead of studying religion, men
Would have devoted to develop mathematics – algebra,
If logic of science would have occupied the place of
Sufism, faith and superstition,
Religion that divides human beings
Would have replaced by humanism,…
Then world would have turned into haven,
The world on other side then would have extinguished
The world would then become full of
Love-affection-freedom-joy,
And there is no doubt about it.”

Ibn Sina juga secara terang-terangan mengecam semua agama, termasuk Islam, sebagai kebohongan. Katanya, “Jenggot-jenggot kambing ini berpura-pura datang dari Tuhan sementara mengumbarkan kebohongan mereka dan memaksakan kepatuhan buta massa kepada ‘kata-kata atasannya’”.

Abdallah Al-Ma’arri (973 – 1057 M), yang dikenal sebagai Lucretius dari Timur, juga mengolok agama-agama dalam sajak-sajaknya :

“Hanifs (Muslims) are stumbling, Christians all astray
Jews wildered, Magians far on error’s way.
We mortals are composed of two great schools:
Enlightened knaves or else religious fools…”

Sistim kepercayaan Mu’tazila dipromosikan secara aktif oleh Kalifah Islam dan populer diantara kaum elite sementara gagal menarik perhatian massa yang buta huruf.

Di lain pihak, Muslim-muslim yang pro Al-Quran dogmatik, berupaya sekuat mungkin untuk menahan kepercayaan Mu’tazila dan periode ini mencatat nama-nama para kolektor Hadis, seperti Muslim B. Al-Hajjaj (9200 Hadis, wafat 875 M), Al-Bukhari (810 – 870 M, 7275 Hadis), Abu Da’ud (wafat 888 M) dan Al-Tirmidi (wafat 892 M).

Al-Quran dogmatik atau Islam Sunni pelan-pelan mendominasi pemikiran Muslim dan sesudah itu Imam Al-Ghazalli (wafat 1111 M), juga kolektor Hadis terkenal, menciptakan histeria massa dengan menantang pemikiran rasional kepercayaan Mu’tazila karena tidak dapat membuktikan realitas akan Allah.

Tokoh intelektual terkenal, seperti Ibn-Sina, Ibn-Rusd, Al-Ma’arri dan Omar Khayam dianggap murtad oleh Muslim-muslim seperti Imam Ghazali. Akhirnya, Mu’tazila tidak tahan hantaman Muslim-muslim picik. Pada abad ke 13, Mu’tazila mati dan dengan ini pula berakhirnya Jaman Emas Islam.

Jadi, masa Jaman Emas Islam adalah periode yang dikarakterisasi oleh perkembangan teologi Mu’tazila yang ANTI ISLAM dan Rasionalisme Yunani masa pra-Kristen. Semua Muslim yang dikatakan memperkaya sains, matematika, medisin, filosofi dan pemikiran rasional (pada Jaman Emas Islam) adalah anggota aliran Mu’tazila yang TIDAK Islamiyah, tidak seperti pakar-pakar Islam Sunni seperti Al-Bukhari, Abu Daud dan Imam Ghazali, dari aliran Islam murni.

Oleh karena itu, sangat memalukan pernyataan bahwa jaman emas kemajuan dan kemakmuran dalam dunia Islam dipengaruhi secara positif oleh Islam.

Kalau kita ingin melihat sumbangan sebenarnya Islam bagi peradaban manusia, kita harus mempelajari ‘prestasi’ Muhammad, Abu Bakar, Hazrat Omar, Usman, Imam Ali dan Abu Hanifa, tokoh-tokoh Islam terbesar. Kita juga harus melihat sumbangan masa paska Jaman Emas (pasca abad 13 M) saat doktrin Islam Sunni kembali berkembang.

Sayangnya, selama periode Islam murni ini, sumbangan Islam kepada sains, teknologi, medis, dan sebagainya adalah NOL BESAR!!!

Tokoh-tokoh seperti Muslim B. Al-Hajjaj, Al-Bukhari, Abu Da’ud, Al-Tirmidi dan Imam Ghazali, para kolektor Hadis terkenal tidak membawa sumbangan apapun, kecuali mengkodifikasi Shariah yang mengakibatkan pelanggaran HAM, harga diri, degradasi kebebasan individual dan keadilan dalam dunia Islam sekarang.



Lihat saja rasio pemenang hadiah Nobel antara Muslim dan Yahudi adalah 1:100. Perbedaan besar ini disebabkan karena agama-agama Kristen dan Yahudi berhasil melangkahi kepercayaan picik dan dogmatik sehingga mereka bisa menjadi lebih kreatif.

Sumber : Kebohongan Dari Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar