Senin, 16 Juli 2012

Dualisme Dalam Quran

Bill Warner adalah direktur pusat studi Islam Politis (The Center for the Study of Political Islam – CSPI). Tujuan CSPI adalah untuk mengajarkan doktrin Islam politis lewat buku-bukunya kini telah menghasilkan sejumlah serial. http://www.cspipublishing.com

Ini yang Dikatakannya:

CSPI adalah sekelompok akademis yang membaktikan studi ilmiah mereka terhdp teks-teks fondasi Islam — Quran, Sirat Rasulullah (biografi tentang Muhammad) dan Hadis (tradisi Islam). Ada dua area studi Islam; doktrin (teori) dan sejarah serta hasilnya. CSPI mempelajari sejarah untuk melihat hasil di lapangan dari doktrin tersebut.

CSPI nampaknya adalah kelompok pertama yang menggunakan metoda statistik untuk mempelajari doktrin tersebut. Studi-studi ilmiah terhadap Quran sebelumnya hanya mengutamakan studi bahasa Arab.

Prinsip pertama kami adalah bahwa Quran, Sirat & Hadis harus diambil sebagai satu keseluruhan. Kami menyebutnya ‘Trilogi/Trinitas Islamik’ untuk menekankan kesatuan teks-teksnya.

Dualisme Adalah Fondasi dan Kunci Untuk Mengerti Islam

Hasil kesimpulan kami yang paling utama adalah bahwa DUALISME adalah fondasi dan kunci untuk mengerti Islam. Islam selalu mengandung dua arti, dimulai dengan deklarasi pendiriannya: (1) tiada tuhan selain Allah dan (2) Muhammad adalah rasulNya. Oleh karena itu, Islam adalah Allah (Quran) dan Sunnah (perkataan dan perbuatan Muhammad ditemukan dalam Sirat dan Hadis).

Orang tidak habis-habisnya membahas apakah islam agama damai? Atau ideologi radikal? Muslim moderat atau Bin Laden yang muslim asli?

Dualisme/Kontradiksi dalam Al Qur’an

Untuk mengerti logika Quran, kita harus melihat jumlah besar KONTRADIKSI yang dikandungnya. Dipermukaan, Islam mengatasi dualisme itu dengan melakukan prinsip yang dinamakan “abrogasi”. Ini berarti bahwa ayat-ayat yang ditulis belakangan (versi Medinah) membatalkan ayat-ayat yang lebih dini (versi Mekah). Namun karena Quran dianggap pernyataan sempurna Allah, kedua versi Quran itu (baik versi Mekah maupun Medinah) dianggap benar dan sakral. Ayat belakangan dianggap “lebih baik,” namun ayat dini juga tidak dapat dikatakan salah, karena Allah dianggap sempurna. Inilah dasar-dasar DUALISME. Kedua versi adalah ‘benar’. Kedua sisi yang kontradiktif ini dianggap benar dalam logika dualisme.

Contoh:
(Quran ayat Mekah) [73.10] “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.”
 
Namun dari ayat toleransi diatas itu, kami kini beralih ke ayat paling intoleran dimana tiba-tiba sang Pencipta Alam Semesta BENCI benar dengan kafir:

(Quran ayat Medinah) [8.12] “… Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.”

Logika Barat didasarkan pada hukum kontradiksi—kalau dua hal bertentangan (kontradiksi), maka paling tidak satu mestinya salah. Namun logika Islam adalah DUALISTIK; dua hal bisa saling kontradiksi dan keduanya benar.

Tidak ada sistim dualistis yang bisa diukur oleh satu jawaban. Inilah alasan mengapa argumen tentang mana Islam “yang benar” tidak akan pernah selesai, karena memang tidak ada satu jawaban.

Sistim Dualistis Hanya Bisa Diukur Dengan Statistik

Contoh, mari kita lihat pertanyaan ini:

Apa sih sebenarnya jihad? Perjuangan batin atau perang?

Nah, mari kita lihat hadis Bukhari, karena ia berulang-ulang berbicara tentang jihad. Dalam Bukhari, 97% rujukan jihad adalah tentang perang dan 3% tentang perjuangan batin. JADI, jawaban statistiknya adalah jihad = 97% perang dan 3% = perjuangan batin. Apakah jihad = perang? Ya (97%). Apakah jihad = perjuangan batin? Ya (3%).

Jadi, dalam setiap argumen tentang Islam, jawabannya adalah selalu: kedua-duanya benar. Kedua sisi dualisme itu betul.

Sumber:
Faithfreedom.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar