Theodore Nöldeke dari Jerman dan sarjana
Belanda Prof. A.J. Wensinck membuat studi khusus tentang asal dan detail
dari ritual shalat, belakangan lebih khusus mengenai aturan wudhu
Muslim. Studi lebih lanjut dari sumber-sumber yang diberikan dan
pengalaman panjang di banyak negara Muslim menghasilkan pengamatan dan
kesimpulan berikut.
Dalam persiapan shalat lima waktu,
khususnya dalam proses wudhu – tujuan Muslim kelihatannya untuk
membebaskan dirinya dalam kaitannya dengan kekuatan supranatural atau
jin-jin yang menentang penyembahan kepada Tuhan yang sejati. Itulah
alasan kenapa ini begitu penting. Wensinck mengatakan kepada kita bahwa
kepercayaan ini tidak ada kaitannya dengan kebersihan jasmani, tetapi
dimaksudkan untuk membebaskan orang-orang yang hendak shalat dari
kehadiran dan pengaruh roh jahat.
Dalam
dua tradisi muslim kita baca, “kata nabi: ‘Bila ada diantaramu bangun
dari tidur maka supaya menghembus hidungnya tiga kali. Karena setan
tinggal semalaman dalam lubang hidung manusia.’” Dan lagi “Kata Umar ibn
el Khitab: ‘Seseorang mengerjakan wudhu tetapi meninggalkan bagian yang
kering di kakinya.’ Ketika nabi Auwloh melihatnya dia berkata: ‘Kembali
dan basuh lebih baik,’ kemudian dia balik dan kembali untuk shalat.
Kata nabi Auwloh: ‘Bila seorang Muslim hamba Auwloh mengerjakan wudhu
ketika dia membasuh mukanya setiap dosa yang dilakukan mukanya
dibersihkannya dengan air atau dengan tetesan air terakhir. Dan ketika
dia membersihkan tangannya, dosa dari tangannya dihapus dengan air atau
tetesan air yang terakhir. Dan ketika dia membersihkan kakinya semua
dosa yang dilakukan kakinya dibersihkan dengan air atau dengan tetesan
air yang terakhir sampai dia menjadi suci dari dosa seluruhnya.”
Goldziher memperlihatkan dalam satu
tulisannya bahwa menurut konsep semitik, air mengusir setan-setan. Bahwa
pembasuhan dalam Islam sebagaimana diajarkan oleh Muhammad kepada
muridnya asalnya tidak dimaksudkan untuk menghilangkan kekotoran jasmani
tetapi sebuah upacara pencegahan terhadap serangan roh jahat,
setan-setan, dsb, menjadi jelas ketika kita membandingkannya dengan
pembasuhan yang dipraktekkan oleh para penyembah berhala. Sebagai
contoh, Skeat menggambarkan upacara pembasuhan dipraktekkan di Perak
(Malaysia):
“Limau dipakai di Perak, seperti kita
menggunakan sabun. Ketika seorang Melayu menggunakannya mereka memotong
menjadi dua dan menekan (ramas) dalam tangannya. Di Penang sebuah akar
pohon bernama sintok biasanya lebih disukai daripada limau. Ketika badan
dianggap cukup bersih, pelaku, menghadapkan tangannya ke Timur, meludah
7 kali, dan kemudian menghitung sampai 7 dengan suara keras. Sesudah
kata “tujuh” dia melempar sisa limau atau sintok ke Barat, dan berkata
keras, “Pergilah semua sial jambalang daripada badan aku ke pusat tasek
Pawjangi,’ roh-roh jahat celaka, pergilah dari tubuhku ke pusaran air
danau Paujangi!’ Kemudian dia melempar (jurus) beberapa embar air ke
dirinya sendiri, lalu ritual selesai.”
Upacara yang baru saja digambarkan adalah
sebuah bentuk penyucian dengan air. Upacara penyucian yang sejenis juga
menjadi bagian integral dalam kebiasaan pada kelahiran, keremajaan,
perkawinan, kematian, dan faktanya pada setiap periode kritis dalam
hidup seorang Melayu.”
Menurut Al Bukhari pembasuhan sebelum
shalat harus dimulai dari bagian kanan tubuh dan bukan yang sebelah
kiri. Tradisi yang lain menghormati rambut Nabi ketika jatuh di bak
pembasuhan. Nabi mencuci kakinya ketika dia menggunakan kasut (sandal)
dengan hanya menggosokkan tangannya di bagian luar sandal; bendanya,
karena itu, tidak dapat membersihkan kotoran tetapi dimaksudkan untuk
menangkal setan-setan.
Tradisi yang lain sebagai berikut:
Menurut ‘Abd-el-Rahman, seorang datang kepada Omar ibn el-Khattab dan
berkata, “Aku dalam keadaan kotor dan tidak menemukan air.” Ammar ibn
Yasir berkata ke Omar ibn el-Khattab, “Tidakkah engkau ingat hari dimana
engkau dan aku berpergian bersama. Engkau tidak shalat, tetapi aku
menggulingkan diriku di pasir dan shalat. Ketika aku mengatakannya
kepada Nabi, dia berkata, “Itu cukup.’ dan sambil berbicara dia
mengambil di tangannya, meniupnya dan menggososk mukanya dan tangan
dengannya.” ‘Abd-el-Rahman adalah saksi ketika “Amar berkata ke Omar,
“Kami ada dalam satu detasemen dan kami dalam keadaan kotor, …” dan dia
menggunakan kata-kata: “dia meludah di tangannya” sebagai ganti “dia
menghembus”.
Ada dua tradisi dari Bukhari juga
memperlihatkan penghargaan terhadap kebiasaan animistik menghembus dan
meludah.Adasejumlah tradisi berkenaan meludah di Masjid. Ini sama sekali
tidak boleh dilakukan di depan siapapun, maupun di sebelah kanan tetapi
sebelah kiri. Menurut Annas bin Malek, meludah dalam sebuah masjid
adalah sebuah dosa: sesuatu yang dapat ditebus dengan menyeka air ludah.
Kembali, dalam memasuki sebuah masjid harus dengan kaki kanan terlebih
dahulu karena takut akibat yang buruk. Dengan cara yang sama kami
menceritakan bahwa seseorang yang membawa anak panah di tangannya
memasuki sebuah masjid, dan Nabi berteriak: “Pegang mereka pada
ujungnya”. Satu-satunya alasan dari perintah ini, adalah karena ujung
anak panah atau benda-benda tajam yang lain mungkin membangunkan jin
atau merusak niat shalat. Kami juga menemukan tradisi-tradisi mengenai
praktek animistik seperti menyilangkan jari-jari pada waktu shalat.
Dalam berhubungan dengan ritual pembasuhan (ghasl) sesudah fungsi-fungsi alamiah tertentu, Wensinck menerangkan, “Das
Geschlechtsleben stand im semitischen Heidentum unter dem Schutze
gewisser Götter and war ihnen somit geweiht. Die männlichen und
weiblichen Prostituierten bei den pälastinischen und babylonischen
Heiligtümern sind ja bekannt genug. Ich brauche darüber kein Wort zu
verlieren. Weil nun der betreffende Gott für den Monotheismus Dämon
geworden ist, so ist auch sein Kult, das Geschlechtsleben, für den
Monotheismus dämonisch.”Ada beberapa tradisi yang menegaskan
hubungan dekat antara tidur dan kehadiran jin. Selama tidur roh, menurut
kepercayaan animistic dipercaya meninggalkan tubuh. Tidak hanya selama
tidur, tetapi selama sakit setan-setan hadir dan di Mesir dianggap
sebagai kesialan bagi siapapun yang tidak bersih mendekati seorang
pasien penderita ophthalmia.
Muslim ketika bersembahyang, menurut
tradisi, menutup kepalanya, khususnya bagian belakang kepala. Ini
menurut Wensinck juga berkaitan dengan kepercayaan animistik; karena roh
jahat memasuki tubuh melalui ini. Goldziher memperlihatkan bahwa nama
yang diberikan untuk bagian ini (al aqfa) berhubungan erat
dengan sejenis puisi (baca: mantra) yang disebut Qafiya, yang asalnya
berarti sebuah syair untuk melukai tengkorak kepala, atau dengan kata
lain sebuah syair kutukan (mantra). Oleh karena itu ketakutan akan
kekuatan jahat yang mungkin masuk ke pikiran kepala harus ditutupi
selama shalat. Keterangan mengenai praktek ini ditemukan baik pada
tradisi Muslim dan dalam Talmud, yang merupakan contekannya. Kembali ini
penting dicatat bahwa tempat-tempat yang secara ritual tidak bersih
seperti closet, bak mandi, dll, di anggap sebagai tempat tinggal
setan-setan.
Panggilan Muezzin menurut al Bukhari
mengusir roh-roh jahat dan setan. Tidak ada seorangpun yang berani
melafal Quran, tanpa lebih dahulu mengulang kata-kata, “aku berlindung
kepada Auwloh dari godaan Setan yang terkutuk.” Kami mungkin menambahkan
semua yang Mittwoch ketengahkan dalam bukunya “Zur Entstehungsgeschichte des islamischen Gebets und Kultus,”
bahwa Takbir (berteriak Auwlohu Akbar) merupakan satu dari element
shalat harian, adalah sebuah teriakan melawan setan-setan. Pengangkatan
kedua tangan sewaktu shalat dan bergeraknya ujung jari mungkin untuk
menangkal roh-roh di udara, atau ini barangkali berhubungan dengan
Qanut.
Di antara orang Arab sebelum Muhammad dan
di antara Muslim sampai hari ini, bersin, terutama selama shalat,
adalah sebuah tanda sial dan harus dibarengi dengan sebuah ucapan soleh.
Ini juga nyata animitik; di antara suku-sukuMalaysiakepercayaan umum
adalah bahwa ketika sesorang bersin, roh meninggalkan tubuh. Pada
penutupan shalat, orang yang shalat memberi hormat kepada dua malaikat
di kanan dan kiri pundaknya. Ketika seseorang bersin dia harus berkata,
“aku memohon pengampunan Auwloh”’ ketika menguap, nafas (roh) masuk ke
dalam dan harus berkata, “Syukur kepada Auwloh.”
Tidak hanya persiapan untuk shalat dan
shalat itu sendiri tetapi waktu shalat mempunyai kaitan yang jelas
dengan kepercayaan animitik. Shalat lohor (tengah hari) tidak pernah
dilakukan pada puncaknya tetapi sejenak sesudah matahari mencapai
meridian. Wensinck menunjukkan bahwa ini berkaitan dengan kepercayaan
bahwa dewa matahari adalah sesungguhnya setan dan tidak boleh
disembahyangi oleh monotheist. Menurut al Bukhari nabi menunda shalat
lohor hingga sesudah tengah hari demi “panas yang tebesar dari siang
hari berasal dari neraka.” Juga tidak diijinkan untuk shalat sejenak
sesudah matahari terbit karena “matahari terbit di antara tanduk-tanduk
Iblis.” Menurut Abu Huraira AbdAuwloh ibn ‘Omar, Rasulullah berkata:
“Ketika panas sangat menyengat tunggu sampai menjadi lebih dingin untuk
mengerjakan shalatmu, karena panas yang menyengat berasal dari neraka.”
Abu-Dzarr berkata: Muezzin nabi memanggil
untuk shalat lohor. “Tunggu sampai ini lebih dingin, tunggu sampai
lebih dingin, atau tunggu…” kata Nabi. Kemudian dia menambahkan: “Panas
yang menyengat dari neraka: maka ketika panas berlebihan tunggu sampai
menjadi dingin, kemudian kerjakan shalatmu.” Abu-Dzaar menambahkan: “Dan
kami menunggu sampai kami melihat bayangan menurun.”
Kepercayaan bahwa pada jam-jam tertentu
dari satu hari membawa sial dan harus dijaga darinya adalah sebuah
kepercayaan pagan, barangkali didasarkan kepada ketakutan akan
kegelapan. Maxwell dikutip oleh Skeat (page 15), berkata: “Matahari
terbenam (maghrib) adalah saat dimana roh-roh jahat dari berbagai jenis
mempunyai sebagian besar kekuatannya. Di PerakMalaysia(dan juga
diIndonesia), anak-anak selalu dipanggil masuk rumah pada jam-jam ini
untuk melindungi dari bahaya tak terlihat. Kadang-kadang, dengan obyek
yang sama, seorang perempuan pemilik rumah yang ada anak kecil, akan
mengunyah kunyit terus , karena dianggap tidak disukai oleh setan-setan
dari berbagai jenis, dan meludah di tujuh titik berbeda dengan berjalan
mengitari rumah.
Sinar kuning yang menyebar di langit
barat, ketika dipancarkan sebagai sinar terakhir sebelum matahari
terbenam, disebut mambang kuning (illah kuning), sebuah sebutan yang
menandakan ketakutan akan takhayul yang terkait dengan periode tertentu.
Dalam kaitan ini penting untuk dicatat
waktu-waktu sial di antara orang-orang Melayu berhubungan tepat dengan
waktu shalat Muslim. Di antara orang-orang Melayu masing-masing periode
ini mempunyai arti khusus dan dewa penjaga khusus, satu dari antara
dewa-dewa Hindu. Tabel yang diberikan berhubungan erat dengan jadwal
waktu shalat Muslim. “Barangkali system keberuntungan dan kesialan yang
paling tua dan dikenal baik disebut Katika Lima, atau Lima Waktu.
Dibawah itu hari dibagi menjadilimabagian (saat matahari terbit,
menjelang tengah hari, tengah hari, sesudah tengah hari, dan saat
matahari terbenam) dalam bentuk sebuah siklus: masing-masing divisi ini
ditandai dengan sebuah nama, yaitu Maswara (Maheswara), Kala, Sri,
Brahma, dan Bisnu (Vishnu).
Yang sangat menarik dari semuanya, adalah
tradisi mengenai Sutra (lihat: Bukhari vol 1: Hadith No.472-499…). Kata
itu berarti suatu yang menutupi atau melindungi; melindungi dari apa
dan mengapa ini dipakai? Komentar-komentar tidak menjelaskan apa arti
sesungguhnya dari Sutra tetapi ini sangat jelas sebuah perlindungan dari
setan-setan, sebagaimana diperlihatkan oleh tradisi.
Menurut Ibn Omar, pada hari raya (ketika
puasa selesai) Rasulullah memberi dia perintah kalau dia pergi supaya
membawakan dia sebuah tongkat dan menancapkakannya didepannya dan di
depan tongkat ini dia mengerjakan shalat, sementara orang mukmin berada
di belakangnya. Dia melakukan hal yang sama ketika dia menempuh
perjalanan, dan berasal dari sinilah para emir mengambil kebiasaan itu.
Yang lain mengatakan Sutra nabi adalah tombak pendek atau pelana onta,
atau ontanya sendiri ketika berlutut. Sebuah tradisi diberikan oleh Abu
Dawud dengan perawi Ibn Abbas yang berkata, “Aku pikir Rasulullah
berkata, ‘Bila salah satu darimu shalat tanpa sebuah sutra (sesuatu yang
di letakkan oleh orang yang shalat) di depan dia, shalatnya cenderung
dibatalkan oleh seekor anjing, atau seekor keledai, atau babi, atau
YAHUDI, atau seorang Magi, atau perempuan yang mens; bila mereka lewat
didepannya mereka hendaknya dihukum karena perbuatan itu; dengan
dilempar batu.’”
Abu-Johaifa berkata: “Nabi pergi selagi
panas siang hari dan ketika dia datang ke El Batha dan shalat lohor dua
rakaat dan shalat isa, menancapkan tombak di depannya dan mengambil
wudhu.Paramukmin membasuh diri mereka dengan sisa air.”
Tradisi berikut sangat penting dan ini
memperlihatkan arti asalnya. Penunjukan ke setan-setan adalah animistik:
“Abu Salih es-Sam’an berkata: ‘aku melihat sesuatu yang memisahkan dia
dari kerumunan. Seorang muda dari bani Abu Mo’ait mencoba lewat di
depannya, Abu Said memberinya dorongan kuat di dada. Orang muda melihat
ke sekeliling mencari jalan keluar dan tidak menemukannya, dia kembali.
Abu Said mendorong dia kembali lebih kasar. Orang muda mengutuk dia dan
kemudian pergi dan mengatakan tindak tanduk Abu Said. Yang belakangan
saat itu masuk dan Merwan berkata padanya: “Apa yang terjadi denganmu, O
Abu Said, bahwa engkau memperlakukan seperti itu kepada salah satu dari
agamamu sendiri?” “Aku mendengar Nabi mengucapkan kata-kata ini, “jawab
Abu Said, “ketika salah seorang darimu shalat, letakkan sesuatu di
depannya yang akan memisahkan dia dari tempat umum, dan bila siapapun
mencoba lewat di antaranya usir dia pergi dan bila dia menolak gunakan
paksaan, karena ia adalah setan.” “Muslim menambahkan: “Bila salah satu
darimu shalat jangan mengizinkan seorangpun untuk melewati antara dia
dan sutra karena perlindungannya dari setan-setan.”
Sutra atau penjaga yang ditempatkan di
depan seseorang ketika shalat biasanya benda-benda seperti sebuah batu
atau sebuah tongkat yang ditempatkan pada jarak tertentu dari orang yang
shalat: yakni kira-kira satu kaki di luar tempat dimana kepalanya
menyentuh tanah. Ini juga sebuah tanda bahwa tidak ada orang boleh lewat
di depannya, tetapi tidak pernah digunakan kecuali oleh orang-orang
dewasa dan berpikiran serius, dan kemudian hanya di ruang terbuka atau
umum; tidak pernah dalam sebuah ruangan atau atap rumah. Bila batu-batu
digunakan mereka tidak boleh kurang dari tiga, jika tidak itu akan
terlihat seperti benda sesembahan
Adabeberapa kasus yang mana lewat di
depan orang yang shalat diperhitungkan sebagai dosa baik bagi yang
shalat maupun yang lewat, antara lain:
[a]
Bila yang shalat diharuskan shalat jalan umum, dan tidak ada jalan lain
untuk lewat kecuali di depannya, dosanya ditimpakan baik kepada yang
shalat maupun kepada yang lewat.
[b]
Bila dia yang shalat memilih sebuah tempat umum yang cenderung sedikit
terekspos dan seseorang lewat di depannya, yang sebenarnya bisa dengan
mudah lewat di belakangnya, dosanya diperhitungkan kepada keduanya.
[c]
Bila dia yang shalat memilih sebuah tempat umum yang cenderung sedikit
terekspos dan seseorang lewat di depannya, dan tidak ada pilihan lagi,
dosanya diperhitungkan kepada yang shalat.
[d] Bila
dia yang shalat memilih sebuah tempat yang tidak terlihat dan seseorang
dengan bebas lewat di depannya, padahal ada ruang di belakangnya,
dosanya diperhitungkan kepada yang lewat.
“Praktek di kalangan Muslim Shiah berbeda
dalam hal tertentu dari yang Sunni,” kata Miss Holliday of Tabriz,
Persia. “Seorang Shiah akan shalat menempatkan diri ke arah Kiblat di
Mekkah; bila dia seorang Muslim yang keras dia akan meletakkan di depan
dia paling dekat dengan Kiblat dan di mana dia dapat meletakkan jidad di
atasnya, Muhr yang harus ada. Ini umumnya berisi tanah dariKarbala,
dipadatkan menjadi sebuah lempengan kecil dengan inskripsi Arab; dalam
berbagai bentuk. Bila seseorang tidak mempunyai benda ini dia dapat
menggunakan sebuah batu biasa, potongan kayu atau bongkahan tanah; di
pemandian-pemandian mereka menyimpan potongan-potongan kecil kayu untuk
kenyamanan yang shalat. Mengenai kayu, mereka katakan semua pohon di
dunia berasal dari surga, dan hidup mereka langsung dari Auwloh, maka
mereka adalah benda yang suci. Jimat-jimat Kerbala disebut ‘turbat’
dibuat dari tanah suci dari kuburankotaImam Hussein. Pada sisi terdekat
dia dari Muhr yang shalat meletakkan sisir saku kecil, kemudian
berikutnya kepada dirinya tasbih.
“Sesudah shalat mereka mengarahkan jari
telunjuk kanan pertama ke arah Kiblat, menghormat Muhammad sebagai anak
Abdullah dan Imam Hussein’ cucu sang Nabi, anakFatima,’ kemudian ke
timur menghormati Imam Riza sebagai Gareeb atau orang asing, di Meshhed
di Khorassan, kemudian ke barat, menghormati Imam Mahdi, sebagai
Sahib-i-zaman. Bagian belakang adalah utara; ini seperti memuja
matahari.
Di antara kebiasaan yang dilarang selama
shalat adalah menyilang atau menutup jari-jari. Mereka harus dijaga
tetap terbuka lebar-lebar. Menurut tradisi Ibn Maja: “Kata Nabi: ‘Jangan
menempatkan jari-jarimu menutup bersama selama shalat. Juga dilarang
untuk menutupi mulut selama shalat.’” Tradisi yang lain mengatakan bahwa
rasulullah melihat sesorang yang menyilangkan jari-jarinya selama
shalat atau menggabungkan mereka menjadi satu, dia mendekatinya dan
membuatnya meregangkan jari-jarinya.
Muslim hidup secara konstan dalam
ketakutan akan roh jahat; ini diperlihatkan oleh tradisi yang lain
mengenai ritual shalat. Sebagai contoh, kita baca di Sunnan Ibn Maja
bahwa Muhammad melarang shalat dikerjakan pada atau dekat tempat onta
yang berair karena onta diciptakan oleh Iblis. Ini sebuah takhayul kuno
bahwa setan ikut campur di penciptaan onta; penjelasan di berikan dalam
komentar. Kami dengan hormat mengatakan bahwa jari-jari harus terbuka
agar tidak ada tempat untuk roh jahat bersembunyi dan oleh karena itu
metode membasuh tangan (rakhlil) terdiri dari menggosokkan
jari-jari terbuka dari kedua tangan satu sama lain (Ibn Maja, Vol. I, p.
158, Nasai, Vol. I, pp. 30, 173, 186-7.). Referensi terakhir khususnya
penting karena menunjukkan bahwa Muhammad berulang kali mengajarkan
kebiasaan menggerakkan jari pertama saat shalat. Tidak dapat disangkal
kebiasaan menyisir rambut dengan jari-jari terbuka (Takhlil esh-Sha’ar)
pada yang mana al Bukhari me-refer (Vol.1, p.51) mempunyai arti yang
sama.
Relung dalam sebuah masjid yang berfungsi
menunjukan arah shalat disebut Mihrab, yaitu, “tempat berperang, “ atau
barangkali, alat yang dengannya kita memerangi setan-setan? Adabanyak
tradisi mengenai Muhammad bergumul dengan Ifrit (Jin
Iprit) dan Jin lainnya dalam sebuah Masjid. Yang sangat menarik
diceritakan dalam Muslim (Vol. I, p. 204). “kata rasulullah (saw): ‘Satu
setan tertentu dari kalangan jin menyerang aku kemarin untuk
menghentikan shalatku, tetapi, sungguh, Auwloh memberikan aku kemenangan
atasnya. Aku mengikatnya di sisi salah satu pilar masjid supaya engkau
bangun di pagi hari dan melihatnya, kalian semuanya, ketika aku ingat
doa saudaraku Solomon : “O Tuhan, ampuni aku dan beri aku kuasa yang
tidak seorangpun pernah mempunyai,” dan sesudah itu Auwloh membebaskan
setan!’” Mihrab dalam masjid, kelihatannya, menggantikan sutra di luar
masjid dan mempunyai fungsi sama.
Membentuk barisan dalam shalat muslim
seperti mereka menghadap Mihrab, adalah sangat penting dan oleh karena
itu sangat hati-hati untuk itu.Adabanyak tradisi dalam hal ini yang
hanya dapat dihungungkan dengan kepercayaan kepada Jin. Sebagai contoh,
tidak hanya orang yang shalat berdiri dalam sebuah baris, tetapi dalam
sebuah masjid sangat penting untuk berdiri dekat satu sama lain sehingga
tidak ada apapun yang bisa lewat. Mereka berdiri siap laksana pasukan
dalam formasi kelompok. Ini tradisinya:
Anas menyatakan bahwa Nabi berkata:
“Amati barisanmu, karena aku dapat melihatmu dari belakang punggungku.”
“masing-masing dari kita,” dia menambahkan, “tempatkan bahunya sehingga
menyentuh yang sebelahnya dan kakinya dengan apa yang ada pada
sebelahnya.” Kita harus menambahkan untuk ini takhayul yang lain, yaitu,
katanya membawa sial kalau shalat di sebelah kiri Imam. Ibn-’Abbas
berkata: “Pada suatu malam tertentu aku mengerjakan shalat bersama nabi.
Ketika aku menempatkan diriku di sisi kirinya, rasulullah memegang
belakang kepalaku, dan menempatkan aku di sebelah kanannya. Sesudah kami
selesai shalat, dia merebahkan diri dan istirahat sampai muezzin datang
untuk mencarinya. Kemudian dia bangun dan mengerjakan shalat tanpa
mengambil wudhu.
Kita sekarang membicarakan mengenai
mengangkat kedua tangan saat shalat. Ini adalah sebuah bahan diskusi
yang penting untuk dibicarakan.
Dalam doa yang disebut Qunut (Qunut ‘l
witr), yang dilakukan saat dan sebagai bagian shalat pagi, tangan
dinaikkan. Goldziher percaya makna asalnya adalah sebuah kutukan atau
pengutukan terhadap musuh; seperti kebiasaan orang arab. Nabi mengutuk
musuh-musuhnya dengan cara yang demikian. Demikian juga khalifah
pertama.Dalam Lane’s Dictionary (Art. Qunut) kami menemukan saat itu
orang yang shalat mengucapkan: “O Auwloh. sesungguhnya kami memohon
pertolonganmu, dan kami memohon pengampunanmu. Dan kami percaya kepadamu
dan kami mempercayakan kepadamu, dan kami memuji engkau , dan kami
tidak akan tidak berterima kasih kepadamu karena rahmatmu, dan kami
menyingkirkan dan meninggalkan dia yang tidak mematuhi engkau: O Auwloh,
engkau kami sembah dan kepadamu kami mengerjakan shalat dengan
sempurna, dan kami bersujud; dan kami cepat bekerja untukmu dan melayani
mu; kami mengharapkan ampunanmu, dan kami takut hukumanmu; sesungguhnya
hukumanmu mengejar orang yang tidak beriman. Ini perkataan nabi ketika
dia berdiri saat bulan penuh sesudah shalat fajar mengutuki suku Rial
dan Dhukwan. Kita baca di Al-Muwatta (Vol. I, p. 216) bahwa pada waktu
Qunut mereka mengutuk musuh mereka, para kafir, di bulan Ramadhan. Di
kemudian kebiasaan ini dimodifikasi atau diperjelas.
Tidak dapat diragukan mengenai asal doa
Qunut. Kita belajar dari Yusuf as Safti dalam komentarnya pada buku Fiqh
Ibn Turki yang dikenal baik (p. 157): “Alasan untuk peraturan mengenai
Qunut adalah sebagai berikut: Suatu hari datang ke Nabi kafir tertentu
yang berpura-pura menjadi Muslim dan meminta kepadanya bahwa dia akan
memberikan mereka bantuan dari antara para sahabatnya sebagai satu
pasukan melawan musuh-musuh mereka. Maka dia memberikan mereka tujuh
puluh orang dari antara para sahabatnya; ketika mereka berangkat
bersama, mereka membawanya ke gurun dan membunuh mereka, melempar mereka
ke dalam sumur Mayrah. Ini kemudian diketahui oleh Nabi dan dia
mencurigai mereka dan dipenuhi dengan kemarahan dan mulai mengutuki
mereka katanya: ‘O Auwloh, kutuk Ra’ala dan Lahyan dan Bani Dhakwan
karena mereka menghina Auwloh dan Rasulnya. O Auwloh, sebab datangnya
kepada mereka bencana/kelaparan seperti di hari-hari Yusuf dan tolong
el-Walid ibn el-Walid dan sekutu yang lemah di Mekkah.’ Kemudian Jibril
turun kepadanya dan mengatakan kepadanya untuk diam, katanya, ‘Auwloh
tidak mengirim engkau seorang pemaki dan seorang pengutuk tetapi
sesungguhnya dia mengirim engkau sebagai sebuah rahmat. Dia tidak
mengirim engkau sebagai sebuah hukuman. Urusan tidak berhubungan
denganmu, karena kehendak Auwloh akan memaafkan mereka atau menghukum
mereka. Mereka adalah pelanggar.’ Kemudian dia mengajar Qunut tersebut
di atas, i.e, shalat yang sekarang digunakan.”
Kendati penuntutan akan keesaan Tuhan,
ada banyak hal lain yang berhubungan dengan shalat Muslim yang
memperlihatkan sihir pagan, seperti kekuatan melalui kata-kata tertentu
dan gerakan untuk mempengaruhi Auwloh. Praktek ini lazim sebelum Islam.
Professor Goldziher menyebut kebiasan mantera (Manashada) yang sama
seperti yang dilakukan para Kahin jahiliyah. Dari beberapa pembaca
tertentu pada awal Islam dikatakan: “Bila lagi dan lagi akan mendesak
apapun di atas Auwloh dia akan yakin memperolehnya.” Tidak hanya shalat
wajib tetapi juga Du’a (doa/permohonan) ada praktek magic, khususnya
dalam shalat gerhana dengan mengangkat kedua tangan. Kita mengatakan
(al-Bukhari) bahwa pada suatu kesempatan Nabi sementara shalat untuk
hujan mengangkat tangannya begitu tinggi sehingga sesorang dapat melihat
kulit putih pada lengannya. Dalam kasus Du’a oleh karena itu, Kiblat
dikatakan adalah langit sendiri dan bukan Mekkah.
Isyarat yang lain yang digunakan pada
Du’a adalah mengusap muka, atau badan dengan kedua tangan. Kebiasaan
ini, ditiru dari Nabi juga berefek magis. Menjelang kematiannya Nabi
meletakkan kuda tangannya dalam air dan membasuh mukanya dengan itu,
merapal syahadat.
Goldziher menunjuk terutama kepada
element-element magis dalam shalat untuk hujan dan shalat gerhana
matahari atau bulan. Ini , seperti musim kering berkepanjangan,
dimengerti dan dilawan oleh Arab jahiliyah dalam kebiasan bertakhayul.
Muhammad melarang mereka untuk mengenali segala fenomena demikian lebih
dari sekedar manisfestasi keberadaan Sang Pencipta, namun mentasbiskan
juga dalam hal ini ritual shalat tertentu, yang akan berlanjut terus
selama gerhana ada.
SABEAN, sumber lain contekan Muhammad.
Ada dua Sabean, yaitu SabeanHarandan
Mandean Sabean di Irak. Sabean Haran adalah kelompok penyembah bintang
diHaran, yang karena takut dibunuh Muslim pada abad ke 9 menyebut diri
mereka adalah Sabean yang di Quran. Sabean Haran sekarang disebut psedo
Sabean. Keduanya kadang dikacaukan dengan Sabaean yaitu orang-orang
Semitik dari utara beremigrasi ke Selatan, biasa juga disebut Arab
Selatan.
Tapi Sabean atau Sabiin dalam Quran
barangkali adalah orang-orang Mandean Sabean di Irak (Babylonia) Selatan
yang disebut dalam bahasa Aram sebagai Subba atau saba (berkaitan
dengan baptisan) asal kata Sabiin/Sabean, yaitu kelompok yang mengakui
dirinya sebagai pewaris ajaran Yohanes Pembaptis dan Adam.
Menurut Al-Biruni (penulis abad ke 9)
Mandean Sabean adalah sisa-sisa Yahudi pada pembuangan yang pertama yang
masih tinggal di Babylonia (Irak) dan tidak kembali keJerusalempada
jaman Cyrus dan Artaxerxes. Mereka kemudian mencampurkan Magisme dengan
Judasime.’ Di Arab masa Muhammad barangkali ada berbagai sempalan dari
Mandaean yang mempengaruhi kemunculan para Hanif.
Dalam Quran mereka di sebut sebagai
kelompok ke 3 dari para ahli kitab selain Yahudi dan Nasrani yang tentu
saja tidak termasuk dalam kelompok jahilyah. Zakharia dan Yohannes
Pembaptis (nabi Yahya) yang bukan nabi Judaism tapi disebut “nabi” oleh
Quran cocok dengan kepercayaan orang Mandean Sabean.
Orang-orang Mandean Sabean menyebut diri
mereka monotheism (menyebut Tuhan dengan istilah “Great life”),
berkiblat ke arah Timur, puasa pada hari-hari tertentu, mengerjakan
zakat, melakukan wudhu, dan shalat wajib 3 kali sehari (subuh, lohor dan
magrib) dan tidak wajib (dua jam sesudah matahari terbit, 9 jam sesudah
matahari terbit, dan malam) jadi mirip dengan jam-jam waktu sembahyang
Kristen Orthodox.
Orang Mandean
percaya kepada nabi-nabi dan malaikat. Tapi mereka menolak Musa dan
Yesus. Nabi mereka adalah nabi-nabi Yahudi sebelum Musa, seperti Adam,
Seth, Nuh ,Sem, Enoch,… plus Zakaria dan Yohanes Pembaptis (Yahya).
Mereka mengakui Abraham yang disebut Birham. Tapi nabi utama dari orang
Mandean adalah Yohanes Pembaptis.
Menurut Mandaean (seperti pada umumnya
kaum Gnostik) Yur-ba (YHWH) adalah kekuatan gelap (Spenta Manyu menurut
Zoroasterian). Mandaean melarang mutilasi dan melukai diri sendiri
termasuk sunat. Tetapi Abraham yang adalah seorang imam, terpaksa
disunat karena “korengan”. Karena perbuatannya Abraham merasa kotor dan
memisahkan diri kepadanggurun bersama orang-orang yang lain yang tidak
bersih dan berpenyakitan. DisanaAbraham mulai menyembah Yur-ba yang
memberinya kekuatan magis sehingga tidak terbakar oleh api Nimrod. Dan
Yurba (YHWH) pun menjanjikan keturunan, sehingga keturunan Abraham
menjadi satu bangsa (bni Sriil atau orangIsrael).
Menurut Mandaean Musa tidak disunat
karena sejak orok dipungut oleh putri Firaun (istri menurut Quran), tapi
Musa adalah pesuruh Yurba sehingga tidak diakui sebagi Nabi. Yesus juga
tidak disunat tapi dipertimbangkan sebagai “almasih palsu” karena
mempermudah hidup yaitu dengan menganggap remeh peraturan ablution.
(Orang Mandean juga mengkritik baptisan Kristen karena tidak menggunakan
air mengalir atau “the living water”). Tapi Mani -penerus Mandaean-
menggabungkan Mandaean dengan Kristen dan Buddha menjadi apa yang
disebut Manicheism
Orang Mandean adalah gnostik (mungkin
campuran Judaism dan Zoroasterian), meski Mandean Sabean tidak menyembah
bintang seperti Sabean Haran, tetapi percaya bahwa zodiak mempengaruhi
hidup manusia. Jam-jam dalam satu hari dan satu Minggu dipengaruhi
kekuatan planet-planet tertentu. Barangkali orang-orang Magi (Majus?)
dalam Injil adalah kelompok mirip Mandean.
Orang-orang Mandaean sangat “suka air”
dan menjadikan ablution upacara penting, termasuk baptis dan wudhu. Sama
seperti Muhammad, orang Mandean menganggap setan-setan bisa tinggal di
bagian-bagian tubuh manusia. Ini juga mengingatkan kepada kelompok yang
disebut dalam naskahQumran, yang mempunyai peraturan kebersihan mirip
kebersihan di negara maju, tetapi bukan didasarkan kepada masalah
higienis tapi lebih ke masalah tahyul (animisme).
Mereka melarang perdukunan, tapi
kepercayaan mereka kepada zodiak (astrology) dan ketakutan akan
setan-setan menyebabkan pengikutnya dekat dengan jimat-jimat (amulet).
Perbedaan yang mencolok antara Muhammad dan Mandean adalah, bagi Mandean
perbuatan yang menimbulkan kerusakan termasuk melukai diri sendiri
berasal dari kuasa gelap, sebaliknya Muhammad malah membantai
orang-orang yang dianggap menghinanya. Itulah sebabnya dalam beberapa
tulisan kuno Mandean, Muhammad disebut sebagai son of slaughter (putera pembantai).
Beberapa yang mungkin diambil oleh Muhammad dari Mandean adalah untuk dijadikan konsep Islam adalah:
- Wudhu disebut Rus’hma,
- Mencuci tangan dan kaki, telinga, muka, mulut/hidung 3x. dilakukan sebelum shalat sambil mengucapkan bacaan tertentu.
- Waktu shalat.
- Mendukung pernikahan (selibat diangap dosa).
- Larangan memakai bangkai (sama dengan Kristen dan Yahudi).
- Larangan minum minuman beralkohol,
- Larangan memungut riba (sama dengan Yahudi).
- Konsep agama Abraham, penyebutan Adam dan semua patriakh sebagai nabi, serta mengaku diri sebagai agama monotheist mula-mula (akar Judaism, Kristen dan Islam) seperti juga Islam mengklaim diri sebagai agamanya Abraham, Nuh, atau Adam…
- Puasa. (orang Mandaean puasa pada hari-hari tertentu 36 hari setahun mengikuti pergerakan bulan).
- Beberapa peraturan untuk perempuan.
Muhammad jelas mencampur adukan tiga
agama yang berbeda (Sabean yang Gnostik), Judaism, dan Kristen dan
menganggap agama gado-gadonya sebagai “yang paling sempurna”.
Orang Mandaean masih eksis meskipun ada di bawah tekanan Islam. Informasi Mandean di Irak, klik disini
Kitab Suci utama Mandaean adalah Ginza Rba, yang awalnya ditulis dalam huruf Mandaic berasal dari jaman pra Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar