Oleh Nonie Darwish
Hukum
pernikahan dan perceraian dalam Islam berakibat besar terhadap unit
keluarga dan pada akhirnya, masyarakat Muslim secara keseluruhan. Saya
sendiri hidup dan menyaksikan bagaimana banyak keluarga Muslim mengalami
kesulitan akibat aturan-aturan Islami ini. Saya sadar bahwa seorang
Muslimah yang bahagia dalam perkawinannya harus berterima kasih pada
keberuntungannya, bukan pada Islam.
Agama Yudeo-Kristen misalnya, menekankan
satu lelaki/satu wanita dalam perkawinan dan kesetiaan total antara
suami-isteri. Namun Islam mengijinkan satu lelaki sampai memiliki 4
isteri. Walau banyak Muslim tidak mengambil 4 isteri, sistem poligami
ini berdampak parah pada kesehatan dan struktur kesetiaan sebuah
keluarga Muslim. Hak poligami yang dicontohkan Muhamad ini mengakibatkan
timbulnya penyakit-penyakit sosial yang parah.
Menurut Islam, sang suami memiliki hak
untuk membagi kesetiaannya diantara 4 wanita dan anak-anak mereka. Islam
tentu meminta agar para suami adil terhadap semua isteri mereka. Prakteknya,
begitu sebuah keluarga menghadapi problema, sebagai solusi sang suami
sering memilih untuk mengambil isteri kedua, atau mengancam akan
mengambil isteri kedua, ketimbang membereskan problema dengan isteri
pertama terlebih dahulu.
Dengan mengijinkan lelaki untuk ‘setia’ pada
keempat isterinya, terbukalah kemungkinan bagi wanita untuk selalu
curiga terhadap suami mereka. Kecurigaan itu juga mengekor pada
wanita-wanita lain, karena siapapun bisa menjadi isteri kedua suaminya.
Bahkan isteri yang suaminya tidak pernah memadu wanita lainpun selalu
akan curiga dan malah takut pada suaminya. Seorang isteri Muslim tidak
dapat menuntut kesetiaan suaminya. Dia selalu terancam oleh wanita lain
sepanjang hidup perkawinannya. Berbeda dengan seorang isteri non-Muslim
yang selama ini menikmati hukum yang selalu memberi hak lebih kepada
seorang isteri ketimbang kepada simpanan sang suami.
Menurut Islam, isteri kedua (atau ketiga dan keempat) SAMA haknya dengan isteri pertama,
termasuk dalam masalah warisan. Ini sangat berbeda dengan isteri
NON-Muslim. Gundik sang suami tidak memiliki hak apapun dan malah wanita
diwanti-wanti oleh agama dan masyarakat Non Muslim agar tidak
membiarkan diri dibuai oleh rayuan lelaki yang sudah berkeluarga. Rugi,
tau!
Namun seorang wanita Muslim yang belum
menikah dan naksir seorang lelaki yang sudah berkeluarga bisa
mengatakan: “Ia lelaki dan punya hak untuk menikah, yang notabene dihalalkan Allah. Sama seperti perkawinannya dengan isteri pertama. Seorang lelaki berhak mendapatkan kita berdua!”
Hubungan antar wanita dalam masyarakat
Muslim juga tidak mengenakkan dan malah sering tegang. Tidak ada
hubungan antar wanita diluar keluarga atau klan. Ketakutan akan wanita
lain yang akan merebut suami selalu menghantui wanita Muslim. Ketika
saya kanak-kanak, saya sering mendengar wanita merengek, memohon kepada
suami mereka agar tidak menikahi wanita lain. “Silahkan meniduri wanita lain, asal kau tidak menikahi mereka,” pinta mereka. Mereka takut bahwa isteri kedua dan anak-anaknya akan dianggap sederajat oleh hukum dan masyarakat.
Wanita Muslim yang memiliki suami kaya adalah yang PALING khawatir. Saya ingat seorang wanita Muslim menasehati temannya: “Hamburkanlah uang suamimu secepat mungkin sehingga dia tidak mampu mengambil isteri kedua!”
Lelaki Muslim juga sering merahasiakan
keberadaan isteri kedua. Sering wanita dalam dunia Muslim, setelah
kematian suaminya, menyadari adanya isteri kedua atau bahkan ketiga dan
keempat yang disimpan suaminya yang kini memiliki hak sama dalam soal
warisan! Malang si wanita yang mengira rumah warisan suaminya merupakan
haknya seorang.
Saya juga ingat tetangga kami, pasangan
suami-isteri yang keduanya dokter dengan dua putera remaja. Suatu hari,
sang isteri datang ke ibu saya menangis tersedu-sedu karena ternyata
suaminya selama bertahun-tahun telah menikahi salah satu pasien
cantiknya. Mereka malah punya anak. Saat ia mengkonfrontasi suaminya,
jawabannya enteng saja: “Kau mau apa? Ini kan hak saya (sebagai lelaki muslim).”
Ia memohon dengan sangat agar menceraikan wanita lain itu. Sang suami menolak. Sang isteri mengancam suaminya “Kalau gitu, ceraikan saya”,
mengira sang suami akan menurut. Ternyata keesokan harinya sang suami
memang menceraikan isteri yang telah mendampinginya selama 20 tahun itu.
Untung si isteri punya uang sendiri, karena dalam Islam menceraikan
isteri tidak dibarengi dengan kewajiban untuk menafkahinya.
Wanita juga tidak punya hak untuk
menceraikan suami mereka. Ketika saya berumur 21, saya punya seorang
teman. 5 tahun yang lalu, ia memohon kepada suaminya agar diceraikan
karena perkawinan mereka tidak bahagia. Sang suami menolak dan malah
balas dendam dengan menikahi wanita lain. Naas bagi wanita itu: karena
statusnya yang masih sebagai isteri, ia tidak dapat mencari suami baru
dan hanya setelah proses peradilan dan uang suap yang mahal, suaminya
setuju untuk menceraikannya.
Lelaki Muslim berhak menikahi isteri
non-Muslim; hak ini tidak dimiliki wanita Muslim. Ini mengakibatkan
kekurangan jumlah lelaki Muslim yang layak nikah bagi wanita Muslim.
Akibatnya terdapat jumlah besar wanita Muslim yang menjadi perawan tua
karena semakin sempitnya pilihan (apalagi kalau sang wanita tidak sudi
dimadu). Dilain pihak, pernikahan dengan wanita non-Muslim membebaskan
seorang lelaki dari pemberian emas kawin, aturan pacaran yang ketat dan
campur tangan keluarga isteri.
Segala aturan ini menempatkan wanita
Muslim pada posisi lemah. Ketidakadilan ini juga berakibat parah bagi
masyarakat Muslim dan terutama bagi kesehatan jiwa anak-anak.
Sering ayah dan kakak lelaki seorang isteri harus membantunya melawan
suaminya. Kesetiaan seorang wanita juga akhirnya berpindah dari suami
kepada anak lelaki sulung. Sang putera menjadi satu-satunya harapan dan
pembela ibu, sering melawan ayahnya sendiri. Kesetiaan dalam dunia
Muslim oleh karena itu berpindah dari suami-isteri kepada ibu-anak, ibu
dan keluarganya, suami dan isteri-isteri lainnya dan suami dengan
keluarganya sendiri yang membantu perkawinan kedua, ketiga dan
keempatnya.
Jadi, seluruh struktur social terganggu.
Wanita di Timur Tengah sering menamakan diri, Um Mohamed, yang berarti
“Ibunya Mohamed” atau Um Ali, “Ibunya Ali”. Itulah identitas mereka.
Mereka bukan ‘Ny. … (nama suami)’ namun ‘Ibu dari anak sulung’. Dalam
dunia Muslim, hubungan antara ibu dan isteri anaknya (menantu perempuan)
khususnya sangat tegang. Sering seorang ibu mertua yang memiliki
loyalitas tinggi pada anak lelakinya adalah yang paling berkuasa, sampai
mengancam perkawinan anak-anak lelakinya. Ibu sering memilih pasangan
bagi anak-anak mereka. Seorang isteri harus memuaskan ibu mertua, lebih
dari memuaskan suaminya sendiri. Hanya ini yang akan menjamin kesetiaan
ibu mertua yang nantinya akan menjaga agar puteranya tidak menikahi
wanita lain. Sering sang ibu yang mendorong puteranya untuk mengambil
isteri kedua karena isteri pertama tidak patuh pada sang ibu. Situasi
yang tidak enak bukan? Ini bahkan malapetaka!
Pernikahan Muslim bukan peristiwa suci. Dalam keluarga yang tidak terlalu berpendidikan, ada upacara men-check
keperawanan sang pengantin, penukaran emas kawin dan penari perut yang
mengantar pasangan pengantin ke kamar tidur. Saat saya remaja, saya
menonton film Hollywood tua tentang sebuah upacara pernikahan Kristen di
gereja.
Saya sangat terharu oleh sumpah pernikahannya, khususnya saat sang suami berjanji untuk mencintai, menghormati dan mengasihi isterinya seorang, sampai hembusan nafas terakhir ….”till death do us part”. Saya berpikir, “Ini sangat mengajarkan peradaban pada lelaki”.
Adegan itu membekas dalam hati saya dan
saya sampai menangis terharu merasakan indahnya kata-kata yang menjadi
dasar setiap masyarakat Yudeo-Kristen. Kata-kata itu sangat menyejukkan,
menenangkan dan menjadi tiang utama sebuah masyarakat. Saya bertanya
pada ibu saya, “Mengapa perkawinan Muslim tidak seperti itu?” Ibu saya malah salah kaprah: “Ahh! Perkawinan Muslim juga penuh glamour kok,” seakan glamour lebih penting. Saya bersikeras, “Tidak! Kita tidak memiliki perkawinan macam itu!” sambil memberontak melawan dinamika kekeluargaan yang mustahil dalam Islam.
Menurut pendapat saya, peradaban Barat
yang mewajibkan perkawinan antara satu lelaki dan satu perempuan, kadang
dalam sebuah upacara suci, menghasilkan masyarakat yang jauh lebih
superior dan stabil. Walau Islam seharusnya berakar dari tradisi
Yudeo-Kristen, perintah bagi monogami seakan lenyap dalam gurun pasir
Mekah.
Mimpi saya juga akhirnya
terwujud. Saya memang berhasil menikahi lelaki Kristen. Tapi untuk itu,
saya dan suami saya harus melarikan diri ke AS. (INGAT: penulis adalah puteri seorang jihadi Yasser Arafat! —adm. )
Di Barat, banyak wanita Muslim menikah dengan lelaki Kristen. Kebanyakan dari mereka harus menyembunyikan kenyataan ini,
takut dimusuhi oleh keluarganya. Dalam Islam, wanita-wanita ini
dianggap murtad. Tanpa advokasi AS dan negara-negara “kafir” Barat, wanita-wanita Muslim yang menikah diluar agama mereka sudah mati digantung di negara mereka.
Belum lagi urusan kehormatan wanita.
Dalam Islam, kehormatan seorang lelaki terletak diantara selangkangan
wanita-wanita dalam keluarganya. Film-film Arab sering menunjukkan wanita-wanita yang DIBUNUH karena tidak lagi perawan, bahkan karena akibat diperkosa.
Inilah bagian dari proses pertumbuhan wanita Muslim. Saya sendiri
mendidik anak-anak saya secara konservatif untuk melakukan seks hanya
dalam perkawinan saja. Ajaran Kristen-Yudaisme juga mengajarkan hal yang
sama. Namun Islam mengambil langkah ekstrim dengan menghalalkan
pembunuhan perempuan yang kehilangan keperawanan. Tidak penting
bagaimana itu terjadi. Itu bisa dibicarakan nanti, setelah perempuan itu
MATI!
Keluarga saya pernah memiliki seorang
pembantu berusia 18 tahun. Ia ternyata diperkosa oleh majikan
sebelumnya. Ia hamil. Ia diusir oleh sang isteri majikannya karena
mengetahui bahwa sang suami memperkosanya! Ketika ia hampir melahirkan,
ibu saya mengirimnya kesebuah fasilitas pemerintah untuk membantunya.
Beberapa bulan kemudian, kami diberitahu bahwa keluarganya menjemputnya
dan karena merasa bahwa sang anak membawa aib, mereka membunuhnya! Saya
tidak akan pernah lupa gadis itu dan sampai sekarang saya masih
menangisi nasibnya. Ini semakin menambah kesan saya pada Islam, the “Religion of Peace”.
Islam menghalalkan membunuh wanita karena seks diluar pernikahan, namun dilain pihak, Islam membuat SEKS sebagai iming-iming lelaki!
Budaya Islam memberikan kebebasan kepada lelaki untuk menggenjoti
perempuan sebanyak mungkin, sesuatu yang anehnya dilarang bagi wanita.
Saya sering heran. Kalau begitu, dengan siapa para lelaki Muslim itu
nge-seks? Pasti dengan para perempuan yang nanti akan dilemparkan Islam
ke api neraka. Budaya Muslim memang penuh kontradiksi yang tidak pernah
bisa saya mengerti.
Semuanya berkisar pada SEKS… SEKS… SEKS…
Semuanya di-seksualisasi; busana, pandangan wanita, senyum, gerak gerik
dan sebagainya. Saya merasa bahwa saya selalu dipandang sebagai obyek
seks, segumpal daging yang selalu harus menjaga diri agar tidak
mengundang birahi lelaki.
Wanita-wanita Barat yang menikahi lelaki
Muslim sering menyadari kesalahan mereka setelah terlambat. Islam
memberi hak kepada sang suami yang menceraikan isterinya untuk
mendapatkan anak-anak setelah usia tertentu. (Dengan hilangnya anak-anak
dari sisi sang bekas isteri, ia juga tidak lagi berhak atas tunjangan
dari bekas suaminya.) Sering para mantan suami menculik anak-anak mereka
dan kembali ke negara mereka untuk menikahi isteri nomor dua tanpa basa
basi. Kami sudah sering mendengar cerita-cerita memilukan tentang para
ibu yang anak-anaknya diculik dan tidak dapat memperoleh mereka kembali.
Semua cerita ini memang benar.
Bahkan setelah mati, surga Islam tidak
menyediakan apapun bagi wanita. Surga tidak lain dari tempat pemuasan
nafsu seks lelaki dan mimpi buruk bagi wanita. Wanita dalam Islam hanya
berfungsi untuk melayani birahi seksual lelaki yang berhak atas 72
perawan! Kalau di bumi seorang lelaki hanya berhak atas 4 isteri,
disurga mereka mendapat kelimpahan luar biasa. Bayangkan! 72!!!
Saya percaya, dunia Arab/Muslim sudah kehilangan equilibrium
moralnya dan harus melalui jalan panjang dan menyakitkan menuju
reformasi. Arab/Muslim harus benar-benar merombak hukum keluarga mereka
agar dapat memungkinkan terciptanya unit-unit keluarga yang bahagia dan
sehat walafiat.
heheeheh...bnci bnget yah sma islam...gg kenal baik sih..hhe..
BalasHapusjlek bnget sih imagex...hehehe..
gg kok..islam gg gtu...islam memperbolehkan poligami itu krn:
-islam tuh gg mw wnita itu,di rndahkn sperti binatang oleh laki2 yg sprty bnatang..lyat jaman sekarang...banyk laki2 melakukan seks dgn wnita..trus ninggalin wanita itu saat wanita itu BUNTING alias hamil..bahkn bukan cuma satu wanita,..banyak wanita yg mengalami hal sma..nahh...islam tak ingin itu terjadi maka dry it..poligami dperbolehkan tp gg d anjurkan...karna kesetiaan tetap hrus d no. 1 kn..
kalo soal culik2an anak..hahahahahaha...it tuh emng orgnya yang anjing...gg kok..heheh..mrk justru sbnarnya slh...n gg tau yg bnar...
n soal cerain istry untuk dapatin anak..hahaha..gg..it d buat2 oleh org it...hehehe..gg harus cerai kok...n gg ad tuh yg sruh cerai krn hal it dlm agama kami..it hanya org2 tertentu ajj, dgn prsepsi merka yg slh..
soal perempuan gg dpt tmpat d surga,..
salah besar nih..heheh..mnurut islam, wanita yg baik n taat pd Tuhan n baik pada suami..Dia akan mnjadi ratu dr suaminya yg mnjadi raja di istana yg besar yg dberikn Tuhan d surga..
gtu....hhe..ngomong2 soal keluarga yg sehat ,bahagia n walafiat dlm islam...hahahaha bnyak bangett kok..heheheh..bnyak bnget yg langgeng smpe mati pula...
Meskipun seandainya nanti pemilik blog ini dinobatkan menjadi sebagai satu-satunya pemenang yang ada dimuka bumi ini....
BalasHapusSeandainya ia menang...lalu system apa yang akan dia pakai untuk mengantur dan mengurus kepemimpinannya...
rekan pembaca tentunya sudah dapat memnganalisa apa yang akan terjadi jika dibawah kepemimpinan orang seperti ini....
Jika harus ada kitab tuntunan...kitab seperti apakah yang akan tercipta dari orang yang memiliki kepribadian yang sangat mengerikan ini...
Mungkinkah orang akan menilainya benar...( kecuali 13 Followernya )
Karena cara penyampaiannya sangat tidak layak dijadikan contoh bagi generasi...
Seandainya ia menang...lalu system apa yang akan dia pakai untuk mengantur dan mengurus kepemimpinannya...
Kalau terbukti nanti tidak menjadi lebih baik....
Sungguh menyedihkan....
Jika demikian apa sebenarnya yang sedang dilakukan orang ini...
================================================
Atas nama Jiwa-Jiwa
Saya pribadi sangat prihatin kepada orang ini
Semoga lekas sembuh bro..
Ciao...
http://mukmin-murtad-musyrik-munafik-kafir.blogspot.co.id/
Jika menganalisa semua artikelnya ( tidak perlu membaca isinya, cukup dari judulnya saja )
BalasHapusRasa kemanusiaannya sangat memprihatinkan...
ini sangat bertentangan dengan apa yang diperjuangkan...
Memperjuangkan Kemanusian dengan cara tidak manusiawi..
Orang ini tidak paham apa manfaat Air...
karena Air itu hanya di pakai untuk mainan...
sampai airnya keruh...dan tangannya gatal..
bahkan sulit untuk berjalan..karena lantainya menjadi licin oleh tumpahan air...sekali saja mencoba berjalan dia akan terpeleset dan jatuh...
Kenapa airnya tidak digunakan untuk menyirami.
Mencuci...Memasak...dll
Why...??
Bukankah itu lebih baik..??!!