Oleh Anwar Sheikh
(Anwar Sheikh adalah mantan Jihadi yang murtad dari Islam dan menjadi kritikus Islam yang pertama dan paling terkenal di jaman modern ini. Ini adalah sebagian dari bukunya: "Islam, The Arab Imperialism")
Muhammad bukan satu-satunya orang di Arab
yang mengaku sebagai utusan Tuhan. Ada Taliha, kepala suku Bani Asad,
yang mengaku punya kekuatan ilahi. Dia dikalahkan oleh Khalid dalam
beberapa pertempuran hebat. Museilima juga salah
seorang ‘nabi’ penantangnya. Dia melakukan mukjizat2 dan mengaku dikirim
oleh Allah untuk saling membagi martabat kenabian bersama Muhammad. Dia
bahkan berani mengatakan bahwa Muhammad juga mengakui pengakuannya ini.
Pada akhirnya, dia terbunuh dalam pertempuran di Al-Yemama, yang hampir
jadi bencana bagi kelanjutan Islam. Al-Aswad, yang
dikenal sebagai “Nabi Bercadar” dari Yaman, juga mengaku sebagai nabi.
Dia pejuang berani dan tangguh, namun juga arogan dan dengan demikian
kurang menarik dan kurang populer. Dia tewas akibat tipu daya pengikut
Islam.
Keberadaan beberapa nabi dalam waktu yang
sama dinegara yang sama menunjukkan bahwa urusan kenabian ini tidak ada
hubungannnya dengan TUHAN; ini hanyalah sebuah alat untuk menghipnotis
orang melalui penipuan2 supernatural. Tuhan tidak akan mengirim begitu banyak nabi2 ke Arab diwaktu bersamaan. Orang2 ini, jelas, adalah “self-designated prophets” (jadi nabi atas pengakuan sendiri).
Muhammad menang karena dia memakai pendekatan nasional, yang menarik
bagi orang2 berjiwa patriot seperti Abu Bakar dan Umar. Para kontestan
nabi lainnya gagal karena mereka terlalu menganggap rendah orang lain.
Sebaliknya Muhammad menjanjikan martabat tinggi bagi bangsa Arab, yang
tidak tahu apa-apa kecuali kemiskinan, penderitaan dan turunnya harkat.
Kejayaan ini adalah sebuah mimpi yang mereka anggap bisa diwujudkan
lewat seorang Muhammad. Kesuksesannya membuktikan pepatah evolusi: Siapa
yang Kuat, Dialah yang bertahan. Semua ini sama sekali tidak ada
hubungannya dengan Allah, yang sendirinya tergantung pada Muhammad untuk
disembah-sembah. Mari kita lihat rencananya bagi Imperialisme Arab:
Dia mengaku bahwa dia adalah utusan Allah dan tidak ada yang tidak biasa dalam pengakuannya karena :
“Tiap-tiap
umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka,
diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit
pun) tidak dianiaya.” (10.4)
Tema ini juga diulang dalam 2.148.
Jelaslah, seorang nabi datang kepada bangsanya untuk menyelesaikan
masalah2 dengan adil untuk tujuan menyatukan mereka menjadi sebuah
bangsa yang hebat. Tapi, menurut Quran, cara paling efektif untuk
mengamankan kesatuan sebuah bangsa adalah dengan menunjuk satu Kiblat,
satu arah untuk memuja tuhan: semua orang beriman yang memuja tuhan yang
sama menghadap kearah yang sama dan menunjukkan satu kesatuan. Inilah
alasan bahwa hadits Bukhari Vol 6, no. 20 mengatakan bahwa setiap bangsa
punya kiblatnya sendiri. Ini juga dibenarkan oleh Quran.
Nabi telah menyatakan Yerusalem, kota
Yahudi paling sakral, sebagai Kiblat bagi para muslim arab. Tapi setelah
sekitar 16 bulan, dia mengubahnya ke Ka’bah, sebuah tempat perlindungan
di Mekah, kampung halamannya sang nabi. Perubahan ini didiktekan oleh
keinginan/dorongan sang nabi untuk melayani tujuan2 nasionalnya. Quran
menyatakan:
“Orang-orang
yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata: “Apakah yang
memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitulmakdis) yang
dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan
Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang
dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. ” (2.142)
“Sungguh
Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke
arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke
arahnya.” (2.144)
Dari ayat2 ini, jelas bahwa perubahan
kiblat dari Yerusalem ke Ka’bah dipengaruhi BUKAN karena kehendak Allah
tapi atas permohonan Muhammad. Hadits Muslim no. 5903 menunjukkan bahwa
perubahan kiblat ini disarankan oleh Umar, Kalif kedua, yang dibunuh
oleh seorang budak Persia karena ia (Umar) dituduh sebagai seorang
rasis.
Kalau begitu omong kosong saja pepatah
Allah : “Timur dan Barat adalah Milik Allah.” Jika Timur dan Barat punya
arti yang sama, lalu kenapa Dia paksa orang untuk mengubah arah sholat
dari Yerusalem ke Kabah? Kenapa mereka tidak bisa menghadap kearah yang
mereka suka?
Jadi, langkah ini diambil oleh nabi yang
menyamar sebagai Allah untuk melayani kepentingan imperialisme Arab.
Malah, pengubahan Kiblat telah menghancurkan nasib Yahudi, membawa maut
bagi sejarah umat manusia dan hanya menguntungkan bagi imperialisme
Arab.
Muhammad memang lihai. Ia mengatakan
bahwa tiap bangsa punya nabinya sendiri, TAPI dirinya berbeda. Katanya,
hanya dia yang bukan hanya nabi bagi bangsa Arab tapi juga bagi SEMUA
bangsa:
“Tiap Nabi ditunjuk bagi bangsanya sendiri tapi aku ditunjuk menjadi nabi bagi semua bangsa.” (Mishkat, 5500, Vol.3)
Julukan ‘nabi internasional’ ini beserta
dengan perubahan arah kiblat dari Yerusalem ke Ka’bah menunjukkan apa
sebenarnya maksud Muhammad: muslim2 non Arab tidak boleh punya kiblat
yang menunjukkan sifat khas mereka sebagai sebuah bangsa tersendiri.
Mereka harus menganggap Kiblat Arab sebagai kiblat mereka dan dengan
demikian menerima hukum2 serta kebudayaan Arab dan menanggalkan tradisi2
nenek moyang asal mereka. Tahukah anda apa artinya ini dalam praktek?
Tindakan ini mengangkat derajad Mekah
menjadi tempat penghormatan spiritual tertinggi. Muslim dari berbagai
bangsa menyembah kearahnya, tidak hanya lima kali sehari namun setiap
saat sesuai dengan zona waktu berbeda2 mereka diplanet ini. Tindakan
kebiasaan menyembah ini memperbudak jiwa mereka, membuat mereka secara
tidak sadar patuh ke Mekah, menyembah tempat kelahiran Muhammad dan
mengurangi kekuatan mereka memakai akal.
Biasanya satu bangsa harus menundukkan
bangsa lain dengan kekuatan senjata; yang ditundukkan membenci yang
menaklukkan dan ingin bebas, tapi dalam hal ini, semua Muslim non arab
mengucurkan air mata memohon agar diterima sebagai budak2 budaya Arab!
Bukankah ini contoh klasik seekor domba yang memohon pada penjagalnya
agar segera dituntun kerumah jagal? Inilah kebijakan dari Muhammad – may
piss be upon him.
Sadar akan kerapuhan manusia, sang nabi
memaksakan tekanan psikologis pada para pengikut non arab dengan
mewajibkan mereka untuk melepaskan budaya asal usul mereka dan sebagai
gantinya memakai budaya arab. Dia mencapai tujuan ini dengan mengangkat
martabat spiritual dari institusi2 Arab. Berikut ini beberapa
diantaranya:
- Kabah adalah rumah Tuhan karena Yang Maha Kuasa telah memerintahkan Adam membangun rumah itu baginya, dan ini juga dibangun kembali oleh Abraham.
- Kuburan orang muslim harus digali sedemikian sehingga bila mayatnya dikubur, wajahnya menghadap kearah Mekah.
- Begitu keramatnya Mekah hingga tak seorangpun boleh BAB (buang air besar) menghadap kota ini, dimanapun dia berada diplanet ini. Jika melakukan ini dianggap kafir.
- Allah bicara dengan bahasa Arab, dan Quran juga dalam bahasa Arab, yang merupakan bahasa yang sulit; semua muslim harus mempelajarinya agar diberi karunia. Betapa berat sebelahnya Allah terhadap Arab.
- Hadits Mishkat Vol. 3, no. 5751 melaporkan bahwa rasul berkata:
“Cintailah Arab karena tiga alasan karena (1) Aku orang Arab (2) Quran dalam Bahasa Arab dan (3) lidah para penghuni surga akan juga berbahasa Arab.” - Kabah adalah pusat dari berkat Allah karena disinilah 120 Doa Ilahi turun tiap hari, dan lalu disebarkan keseluruh dunia!
- Ibn Majah melaporkan dalam Hadis no. 1463, bahwa seorang Namaz (sholat didalam mesjid) di Medinah membawa berkah 100 kali lebih banyak dari sholat di mesjid lain, dan sholat dalam Kabah membawa rahmat 100.000 kali lebih banyak dibanding sholat di mesjid lain!
- Bahkan kuburan orang Arab yang dikenal sebagai Jannat-ul-Mualla dan Jannat-ul-Baquee adalah tempat keramat. Menurut sebuah hadis, kuburan2 itu terlihat bersinar dimata para penghuni angkasa, sama seperti matahari dan bulan terlihat oleh para penghuni bumi. Mereka yang dikuburkan disana akan masuk surga tanpa segala kesulitan dan masing2 diberi hak untuk intersesi (menjadi perantara) untuk 70.000 orang lainnya!
- Baca ayat berikut ini:
“(O Rasul) Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran, 3:31)
Bacalah ayat diatas dengan Hadits pada nomor 5 dan kau akan melihat bahwa non Arab harus hidup seperti orang Arab agar masuk kualifikasi untuk mendapatkan cinta dan pengampunan Allah! - Sudah menjadi bagian dari iman Islam bahwa setiap muslim, dimanapun dia tinggal, harus datang ke Mekah sedikitnya satu kali seumur hidupnya, asal dia mampu.
Lebih dari dua juta muslim seluruh dunia
datang ke Mekah tiap tahun untuk “naik” haji. Mungkin, jumlah yang sama
juga melakukan Umroh per tahun. Upacara2 ini menghasilkan begitu banyak
kekayaan bagi orang Arab sampai mereka bisa hidup lebih dari gaya hidup
orang2 Eropa.
Padahal, upacara ‘naik’ haji sudah
menjadi bagian dari kebudayaan Arab sejak jaman dahulu kala yang
dikembangkan dari prinsip2 penyembahan ala India seperti Trimurti,
Sabeanisme, takhyul2 lokal dan pengaruh2 Yunani. Tidak ada bukti2
sejarah bahwa kuil Kabah pernah dibangun kembali oleh Abraham. Bahkan
ketika awal kebangkitan Muhammad, Kabah menjadi pusat penyembahan
berhala. Begitu pula dengan kebiasaan kuno mencium Hajar-E-Aswad yang
disarankan oleh nabi karena hubungannya yang erat dengan budaya nasional
Arab. Praktek berhala yang menarik hati orang Arab ini, jelas menolong
sang nabi untuk mendapatkan umat baru bagi kepercayaannya.
Upacara haji memang sudah ada di jaman
sebelum Islam dan dari dulu sampai sekarang tidak lain dari tindakan
penyembahan berhala. Orang2 melakukan ritual mencium Batu Hitam termasuk
mengelilingi Kabah tujuh kali, yang dianggap melambangkan revolusi
bintang2 yang dihubungkan dengan tradisi kaum berhala di Yaman.
‘Allah’ Sendiri adalah nama dari Patung
Kepala (pemimpin patung) dalam Kabah milik suku Quraish, sukunya
Muhammad. Ayah Muhammad (sebelum lahirnya Islam) bernama ‘Abdi Allah’
(Abdullah) yang berarti ‘budak/pelayan Allah.’ Dia (Muhammad)
mempertahankan nama ini karena memang menarik bagi orang2 Quraish.
Lagipula, Allah adalah tuhan Arab, dan tiap orang bersumpah demi namaNya
terlepas dari agamanya.
Dengan demikian sang Nabi telah
melimpahkan kesucian yang lebih besar kpd Mekah dibandingkan dengan
orang Yahudi dengan Bait Allahnya di Yerusalem. Ke’suci’an Mekah ini
mencipratkan kesucian kpd orang2 Arab yang dijelaskan secara gamblang
dalam hadis bahwa semua muslim harus mencintai Arab, dan mereka yang
membenci/iri akan ditolak, tidak akan diakui oleh sang Nabi saat dia
menjadi intersesor (perantara) nanti, dan alhasilnya, ia akan membusuk
dineraka.
Dalam Rencana Besar Arabisasi ini, sang
nabi mempertahankan dirinya untuk tetap berada paling atas: meski dia
katakan cuma orang biasa dan pelayan Allah, tapi Allah-lah, bersama
dengan para malaikatnya yang bershalawat bagi Muhammad, dg kata lain
memuja dia. Dg demikian, cinta dan kepatuhan pada Muhammad adalah Islam
yang sebenarnya dan Allah hanya menjadi sekedar alasan bagi Muhammad;
kepercayaan pada Allah tidak ada artinya tanpa mengakui Muhammad sebagai
utusanNya!
Cara terbaik untuk mempraktekkan Islam adalah dengan mengambil Muhammad sebagai model, suri tauladan:
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab, 33.20)
Artinya, meniru sang nabi, dalam hal2
kecilpun seperti cara berpikir dan bertingkah laku seperti sang nabi;
bahkan makan, minum, bicara, melangkah, tidur, berpakaian dan penampilan
harus meniru nabi.
Akhirnya kita menyadari bahwa doktrin
‘nabi sebagai contoh suri tauladan’ ini adalah alat yang membuat Islam
menjadi alat Imperialisme Arab. Dibawah ini adalah gambaran singkat dari
prinsip dan praktek si Nabi:
Prinsip dasar dari Islam adalah divide et impera,
atau “Pecah-Belah dan Jajah,” yang membelah bangsa2 secara sosial dan
politik, antara mereka yang mukmin dari mereka yang kafir. Quran ayat
58.19 menyatakan fakta ini dengan sangat jelas : non muslim di-cap
sebagai “golongan setan” dan para pengikut Allah dan Muhammad disebut
sebagai “golongan Tuhan.”
Lebih jauh lagi, Quran menyebut anggota2
dari “golongan setan” sebagai “orang-orang yang sangat hina” dan
menyatakan bahwa “mereka sesungguhnya golongan pecundang.” Tapi tentang
“golongan Tuhan,” ditambahkannya:
“Kamu tidak
akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat,
saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau
saudara-saudara atau pun keluarga mereka. … Dan dimasukkan-Nya mereka ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap
(limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung.” (Q 58.22)
Untuk pengertian yang lebih jelas dari ayat ini, fakta berikut mungkin bisa ditelaah dengan baik:
- Anggota “golongan setan” ditakdirkan jadi pecundang. Mereka makhluk paling hina karena mereka tidak mengakui Allah dan Muhammad.
- Anggota “golongan tuhan” adalah orang yang tidak mencintai musuh Allah dan Muhammad, meskipun mereka itu adalah ayah, anak, saudara atau bangsa mereka sendiri. Ini adalah orang2 yang akan makmur kehidupannya dan akan dijadikah penghuni surga didunia yang berikutnya.
Disini perpisahan abadi muslim dan non
muslim didasarkan pada konflik sosial dan politik yang tak berkesudahan
dan mencoba meyakinkan para muslim akan kemenangan akhir mereka.
Betapapun, seseorang tidak dapat jadi bagian dari “golongan tuhan’
sampai dia memutuskan hubungan dengan orang tua, anak, saudara, orang2
sebangsa mereka, jika mereka semua itu tidak menerima Islam. Inilah
nasib bagi semua negara non-Arab dimanapun Islam masuk lewat pedang,
migrasi atau propaganda. Diwilayah2 itu, Muslim berkewajiban
memberlakukan dominasi kebudayaan ARAB, dengan cara menempatkan semua
tradisi budaya setempat mereka dibawah Arab, mengadopsi hukum Islam,
mempelajari bahasa dan gaya arab; mencintai Mekah dan Arab, mengakui
Muhammad sebagai suri tauladan karena sebagai orang Arab, dia (Muhammad)
mencintai dan memberlakukan apapun yang berbau Arab.
Lebih parah lagi, mereka harus membenci
budaya dan tanah air mereka sendiri sedemikian sehingga tanah airnya
menjadi Dar-ul-Harb, yakni Medan Perang. Ini berarti bahwa mereka harus
mendirikan tenda musuh ditanah air mereka sendiri dan memerangi bangsa
mereka sendiri sampai bangsa mereka semua menyerah pada imperialisme
budaya arab dengan cara memeluk Islam. Hanya jika demikian sajalah maka
negara tersebut akan menjadi Dar-ul-Islam, yakni Medan Damai. Jika tidak
maka tanah air tersebut akan terus menjadi Medan Perang (Dar-ul-Harb)
dimana pembunuhan dan pemerkosaan non muslim dianggap sebagai perbuatan
baik; penipuan dianggap perlu dan malah dijadikan bagian dari moralitas
Muslim pribumi.
Tanah Air! Apa itu Tanah Air? Tanah
dimana seseorang lahir, dibesarkan, tinggal dan menghabiskan hidupnya,
itu semua dianggap sebagai lelucon besar di mata mereka yang kena
Arabisasi. Para muslim non arab ini mengembangkan perasaan benci kesumat
kepada budaya dan tanah air mereka sendiri.
Contoh, lihatlah Mesir, tanah dari para
Firaun yang perkasa, dimana keunggulan kekaisaran mereka menjangkau masa
3000 tahun. Tanah indah penuh sains, seni, budaya dan tingkah laku para
dewa ini berubah dan menukik tajam hingga hampir menyentuh titik
nadirnya ketika Islam mengambil alih. Tidak ada orang Mesir asli lagi.
Mereka semua berubah menjadi orang Arab!
Atau simaklah halaman2 bersejarah dari
orang Persia. Kerajaan megah mereka berlangsung berpuluh2 abad lamanya.
Begitu besar kerajaan mereka hingga tidak ada yang menyamainya dalam
ukuran sampai Inggris muncul dalam kancah internasional 3000 tahun
kemudian. Sumbangan mereka bagi perkembangan hukum di Romawi, kebudayaan
Yunani dan tradisi2 di Asia tidak dapat dihitung. Mereka menghasilkan
pemimpin2 spiritual seperti Zaratushtra yang kebijakannya sampai
mempengaruhi agama2 seperti Yudaisme dan Kristen.
Tapi begitu Islam menjajah Persia, orang
Arab menyita semua kekayaan2nya melalui sistem yang telah terbukti
keefektifannya, yaitu melalui penjarahan, termasuk menjarah wanita2
cantik molek dan merebut karya penyair2 ternama Iran yang telah banyak
menyumbang keindahan bagi tradisi2 Asia maupun Eropa.
Setelah itu, budaya Persia LENYAP total
dari muka bumi. Semua kejayaan budaya dan politiknya dimusnahkan oleh
orang2 Iran sendiri yang di-Arabisasi dan akhirnya membenci kebudayaan
mereka sendiri. Mereka lebih suka menjadi muslim dengan janji2 72
perawan abadi, anak2 lelaki cantik dan arak2 lezat yang disebut2 dalam
Quran. Mereka menghujat nabi2 mereka sendiri, Zaratushtra dan Mani.
Mereka membangun mitologi mereka sendiri yang dikenal sebagai Shi’ah,
yang secara total berdasar pada lambang, cinta dan tradisi para pahlawan
Arab, khususnya anggota keluarga langsung sang Nabi Muhammad. Sejak
itu, orang2 Iran kehilangan jiwa Persia mereka. Mereka telah dicerabut
dari kebesaran Persia, mereka bukan lagi orang2 Iran yang hebat seperti
sebelumnya. Tidak ada lagi yang bisa jadi sumber inspirasi mereka
kecuali jika hal itu didasarkan pada penjilatan terhadap orang Arab.
Revolusi Islam dari Imam Khomeini adalah contohnya.
India adalah korban lain Islam. Saat
Muhammad bin Qasim menginvasi wilayah Sindh adalah saat yang paling
buruk, paling menjijikan dan paling tidak menyenangkan dalam sejarah
India. India, obor peradaban dunia yang punya tradisi hebat yang
sebelumnya menikmati kehangatan ‘ahimsa’ kemudian disengat oleh penjajah
Arab yang doyan merampok dan memperkosa.
Ironisnya adalah, semua yang mereka
lakukan itu diatasnamakan pada Allah yang mereka sebut ‘maha adil dan
penyayang,’ yang menganggap orang2 golongan tuhan ini sebagai orang2
yang bertindak adil dengan menyiksa orang2 kafir. Lalu, tanah ini tidak
lagi seperti semula.
Patut dicatat bahwa kerusakan yang
ditimbulkan para pembunuh, penjarah dan pemerkosa ini mungkin bisa
dilupakan. Tapi luka yang telah mereka timbulkan dengan ideologi mereka,
yakni Islam, tidak bisa dihilangkan dari ingatan karena luka itu telah
berubah menjadi penyakit yang lebih parah lagi. Meski 95% Muslim berasal
dari populasi pribumi dan sisa 5%nya bisa dianggap sebagai orang asing
yang tinggal di India selama berabad-abad, mereka semua ingin memisahkan
diri membentuk negara muslim tersendiri, mendedikasikan kepercayaan
mereka pada tanah air sebagai Dar-ul-Harb. Filosofi amoral inilah yang
menyebabkan terpisahnya India. Upaya divide et impera yang gagal
dilakukan oleh orang Arab justru sukses ditangan orang2 India sendiri.
Itu sebabnya Islam adalah alat abadi penyebaran Imperialisme Arab; tidak
lagi diperlukan pedang, tidak lagi diperlukan senjata: cukup dengan
daya tarik hipnotis, yang secara mental dan emosional merendahkan
manusia ketingkat monyet.
Orang harus ingat bahwa Islam adalah duta permanen dari agama, sosial dan politik; Islam menyatakan:
“Perangilah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari
kemudian … sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka
dalam keadaan tunduk.” (9.29)
Kesiapan perang terhdp non muslim ini
memang telah menjadi motivasi Islam, tapi hal ini akan musnah dengan
datangnya nabi lain. Tapi inipun sudah dipikirkan Muhammad. Dia menutup
lubang kelemahan ini dengan kelicikan yang lazim. Dia umumkan dirinya
sebagai nabi Terakhir, yakni tidak akan ada nabi2 lain lagi setelah dia
dan dengan demikian tak seorangpun dapat mengubah hukum2 kebenciannya
sesuai dengan masing2 tanah air mereka bangsa2 terjajah itu sampai tanah
itu berubah menjadi Dar-ul-Salaam. Disinilah inti masalahnya: sebuah
bangsa bisa dibenci, disakiti dan dipermalukan jika tidak memeluk Islam,
tapi begitu mereka memeluk Islam mereka menjadi budak budaya Arab
karena didalamnya terdapat rumus2 penolakan terhdp tradisi tanah airnya
sendiri . Benar-benar sebuah strategi imperialisme yang sulit
dikalahkan!
Tapi, saya harus menunjukkan bahwa
doktrin “nabi terakhir” ini bertentangan dengan prinsip dasar dari
Quran, yang mengatakan bahwa Allah mengirim nabi2 untuk membimbing umat
manusia (baca : tidak ada kata2 ‘nabi terakhir’). Lihatlah sendiri:
“Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu” (2.38)
Inilah yang dikatakan Allah pada Adam.
Jika sebelum adanya Muhammad, ada nabi2 yang berbeda dijaman yang
berbeda, kenapa setelah kedatangannya, pesan2 yang mereka bawakan
kemudian dirusak? Lagipula, kenapa Allah tidak mengutus satu nabi saja
bagi segala jaman sejak permulaan jaman untuk menghindarkan prasangka
dan perang yang bisa diciptakan karena perbedaan ideologi masing2 nabi?
Tuhan tidak mungkin bisa menciptakan kekacauan dan kehancuran bagi
makhluknya. Utk dihormati, TuhanPUN harus menghormati mahluk2nya.
Karena tiap budaya punya tradisi masing2,
kenabian, sebagai bagian dari budaya Timur Tengah, punya keabsahan bagi
masyarakatnya. Tapi memaksakannya pada bangsa lain, seperti yang
dilakukan Islam, untuk mendirikan hegemoni Arab, adalah sebuah tindakan
agresif dan tidak diinginkan. Bandingkan dengan nabi2 Yahudi yang tidak
mencari umatnya lewat perang, hukuman dan janji2 surgawi.
Lebih parah lagi adalah sikap Islam yang
menjadikan kehancuran Yahudi sebagai jalan keselamatan iman Muslimin.
Hal ini telah menyebabkan permusuhan panjang dan tidak manusiawi antara
muslim dan Yahudi, yang juga tidak mau berpangku tangan saja menghadapi
ancaman Muslim.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusUntukmu agamamu untukku agamaku, menghormati agama lain tu sudah seharusnya. Bukan smenghina. Love love love Bineka Tunggal Ika & Pancasila :) :)
BalasHapusUntukmu agamamu untukku agamaku, menghormati agama lain tu sudah seharusnya. Bukan smenghina. Love love love Bineka Tunggal Ika & Pancasila :) :)
BalasHapus