Kehidupan perkawinan sangatlah penting. Sungguh beruntung pasangan
yang memulainya dengan pengertian yang benar akan nilai dan makna
perkawinan. Perkawinan merupakan persekutuan spiritual yang suci antara
dua jiwa duniawi ini untuk mencapai kehidupan yang terhormat, suci,
Dharma (adat sosial dalam Hindu) dan tujuan illahi melalui kehidupan
yang ideal. Karena itu, rumah pasangan yang berumahtangga merupakan
pusat kehidupan spiritual yang suci. Rumah adalah tempat mereka
beribadah, berdoa dan melakukan meditasi setiap hari. Adalah benar bahwa
perkawinan sebenarnya diciptakan di surga. Seks bukanlah segala-galanya
dalam perkawinan.
Rumah merupakan arena suci untuk mencapai penyangkalan-diri dan
pengontrolan-diri dan ini lebih menarik daripada mengalahkan suatu
monarki. Diberkatilah pasangan2 yang mencapai kehidupan illahi, di mana
kebenaran, kesucian dan kasih sejati, rasa percaya dan kasih sayang
membentuk fondasi dasar kehidupan illahi. Tuhan berada di rumah seperti
itu. Orang2 berkunjung ke tempat suci seperti itu.
Dalam agama Hindu, upacara perkawinan merupakan yajña Veda (api
pengorbanan), di mana dewa2 Aria dipanggil dalam adat kuno Indo-Aria.
Sang dewa api Agni merupakan saksi utama perkawinan Hindu. Berdasarkan
hukum dan tradisi, tiada perkawinan Hindu yang dianggap lengkap tanpa
kehadiran api suci ini dan pasangan suami istri harus berjalan
melingkari api bersama sebanyak tujuh kali. Jarang terjadi perceraian
dalam pasangan Hindu.
Dalam agama Kristen, perkawinan dianggap sebagai penyatuan lelaki dan
perempuan oleh Tuhan untuk seumur hidup. Prinsip dasar telah dinyatakan
dalam Alkitab di kitab Kejadian 2:24 (Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga
keduanya menjadi satu daging.) Setelah itu, Yesus mengajukan dasar
perkawinan dengan menggabungkan dua ayat penting dari kitab Kejadian
(1:27; 2:7-25). Dia menunjukkan keutuhan proses penciptaan – “lelaki dan
perempuan yang diciptakanNya”. Lalu Yesus menyatakan perkawinan sebagai
hubungan yang suci, persekutuan yang sangat intim dan nyata sehingga
“keduanya menjadi satu daging”. Sebagai manusia, suami dan istri
mempunyai nilai yang sama. Mereka adalah satu dalam pengertian yang
sebenarnya.
Lalu bagaimana dengan Islam dan Muslim?
Ada orang2 pesimis yang menjabarkan perkawinan sebagai penghalalan
pelacuran. Hal ini tepat sekali untuk menjabarkan kesucian perkawinan
Muslim dan status dari wanita bersuami dalam Islam. Menurut Islam,
melalui pernikahan, pria punya hak milik penuh atas ‘daging’ di tubuh
wanita. Tidak seperti agama Hindu dan Kristen, perkawinan bukanlah
persatuan yang mengikat dalam Islam. Hal ini karena tidak ada pengertian
persekutuan dan penyatuan antara pasangan suami istri. Qur’an tidak
memandang perceraian dan perpisahan sebagai pilihan tragis, tapi sebagai
kesempatan emas bagi pria. Dalam Islam, wanita dianggap tak berotak,
dan hanya berupadaging halal saja bagi pria untuk dinikmati.
Lihatlah Hadis Sahih Bukhari 7.62.173 yang menyatakan bahwa Istri
harus mencukur bulu kemaluannya tatkala suami kembali pulang ke rumah
setelah perjalanan jauh.
Di bukunya, Nasrin (2007) mengeluh, “Ibuku mengenakan ‘purdah’. Dia
mengenakan ‘burqa’ dengan net jaring yang menutupi bagian mukanya. Ini
mengingatkanku akan kerudung penutup2 daging di rumah nenekku. Satu
punya jaring yang terbuat dari kain, dan yang satu lagi terbuat dari
kawat. Tapi maknanya tetap sama – agar daging itu aman.”
Di jaman Muhammad dan para penggantinya, pelacuran lenyap untuk
sementara waktu (Durant, 1950). Ini BUKAN karena Muhammad menganggap
wanita bernilai luhur dan berusaha keras utk menaikkan harkat wanita.
Yang terjadi justru sebaliknya; Muhammad merendahkan status wanita
menikah sampai sama derajatnya dengan budak seks dan pelacur. Dia
mengijinkan pengumbaran nafsu seksual sedemikian rupa dalam Islam
sehingga para pelacur jadi pengangguran. Kenyataan yang mencengangkan
adalah Muhammad memandang wanita sebagai binatang piaraan.
Dalam khotbah terakhirnya, Muhammad menyamakan wanita dengan binatang ternak. Tabari (IX:113) mencatat (dikutip oleh Winn, 2004, hal. 557)
“Perlakukan wanita dengan baik karena mereka seperti binatang2 piaraan
dan mereka tidak memiliki apapun. Allah telah menghalalkan untuk
menikmati tubuh2 mereka dalam Qur’an-Nya.”
Hal yang sama juga bisa dilihat di Sunaan Abu Dawud 11.2155: Wanita2, budak2 dan unta2 adalah sama semua; harus mencari perlindungan Allah dari mereka semua ini.
Ajaran Muhammad sungguh luar biasa. Di tahun 2007, seorang pria
Afghanistan, 40 tahun, mencukur gundul istrinya yang bernama Nazia, 17
tahun, lalu memotong kedua daun telinganya, hidungnya, menghancurkan
gigi2nya dengan batu, memukulinya dengan hebatnya sampai tangan dan
kakinya hancur dan menyiram kakinya dengan air mendidih saat gadis itu
pingsan. Semua ini dilakukannya di hari pertama Idul Adha, upacara
korban Islam. Nazia adalah istrinya yang kedua. Pria ini sudah membunuh
istrinya yang pertama. (Hairan, 2007; IRIN, 2007).
Beginilah cara Muslim merayakan Id; mengorbankan nyawa istrinya
sendiri sebagai ganti onta, karena onta mahal harganya, sedangkan wanita
sangat murah.
Dalam bahasa Urdu, wanita disebut ‘aurat’ (عورت), dan kata ini
berasal dari kata Arab ‘awrah’ (عورة). Kata Arab ini berarti vagina
wanita. Ini berarti pula seluruh tubuh Muslimah adalah vagina besar dan
tidak lebih daripada itu (Warraq, 2005. hal. 316). Berapa banyak sih
Muslim Asia berbahasa Urdu yang tahu benar arti kata ini yang diterapkan
bagi ibu, saudara perempuan, dan putri mereka? Kata yang sebenarnya
sangat merendahkan sanak saudara mereka sendiri?
‘Nikah’ (perkawinan Islam, النكاح) merupakan kata Arab yang arti
harafiahnya adalah ‘pencoblosan secara seksual’ (Kaleeby, 2002; Warraq,
2005). Kata itu dapat dilafalkan sebagai ‘Nokh’, yang sama artinya
dengan ‘awrah’, yakni vagina besar = seluruh tubuh Muslimah. Para Muslim
yang kurang pengetahuan seringkali menggunakan kata Nikah tanpa tahu
arti sebenarnya yang justru merendahkan wanita kalangan mereka sendiri
sampai sederajat dengan budak2 wanita dan WTS.
Kasem (n. d) menyimpulkan bahwa cara penghalalan penikmatan tubuh
wanita ini sama seperti transaksi dagang, atau secara sederhananya:
pelacuran. Dalam semua kasus perkawinan dan seks, para wanita
diperlakukan sebagai obyek seks belaka, sama seperti penyaji pelayanan
seks yang harus dibayar dengan imbalan.
Imbalan/Emas kawin (dowry) bagi pelayanan seksual dari pihak istri
dikenal sebagai ‘mahr’ dan harus dibayar pria Muslim sebelum perkawinan.
Pembayaran bisa dilakukan seketika atau di masa depan. Tiada perkawinan
Islam yang sah tanpa pembayaran ‘mahr’. Para Muslimah bisa berbangga
hati dengan ‘mahr’ yang mereka terima, tapi tidak mengerti makna ‘mahr’
yang sebenarnya. Dalam kenyataannya, ‘mahr’ tak lebih daripada
pembayaran atas pembelian tubuh wanita untuk kenikmatan seksual.
Perendahan derajat wanita ini dihalalkan oleh Allah dalam Syariah. Jika
seorang Muslim menikahkan saudara perempuan atau putrinya kepada pria
Muslim, dia sebenarnyamelelang vagina saudara perempuan atau anaknya
yang lembut dan hangat untuk dapat keuntungan harta.
Menurut Syariah, jika ‘mahr’ terlalu rendah, perkawinan bisa
dibatalkan. Seringkali pihak Muslimah tidak menikmati ‘mahr’ tersebut.
Harta ‘mahr’ habis digunakan untuk menghiasi rumah pasangan pengantin
baru atau ayah Muslimah tersebut mengambil seluruh ‘mahr’ (Warraq, 2005,
hal. 311). Dalam perkawinan Islam, tiada kasih atau puisi romantis
segala.
Kasem (n. d) lebih jauh mengutip buku Hukum Syariah yang menyatakan bahwa hak2 suami termasuk, tapi tidak terbatas pada ‘…. Memiliki
tubuh wanita untuk melakukan apapun yang dikehendakinya termasuk
pemukulan… seorang suami memiliki hak penuh untuk menikmati tubuh
istrinya (dari ubun2 sampai tapak kakinya!) dalam pengertian tidak
menyakitinya secara fisik … dia wajib membawa istrinya bersamanya
tatkala dia melakukan perjalanan.’
Kasem (n. d) juga mengutip dari buku berjudul The Hedaya Commentary
on the Islamic Laws (Hidayah Hukum Islam). Buku ini umum digunakan oleh
ahli hukum Syariah dalam menafsirkan hukum Islam. Di buku ini
tercantum,“… mahr yang dibayar penuh merupakan pembayaran untuk
menyerahkan wanita, ‘Booza’, berarti ‘Genitalia arvum Mulieris’ ”
Kasem dengan rasa jijik menyarikan, “Ya, kau tidak salah baca
arti ‘Genitalia arvum Mulieris’ adalah vagina wanita. Kalimat di atas
dengan jelas berarti bahwa Muslimah menjual vaginanya dan dibayar dengan
mahr. Ini jelas transaksi dagang. Jangan salah mengerti! Titik.”
Apa yang dikatakan Kasem ternyata sesuai dengan Al-Hadis. Misalnya
dalam Mishkat al-Masabih, dinyatakan bahwa “Wanita itu bagaikan
kemaluan. Ketika dia pergi ke luar, setan memandangnya.”
Menurut Syariah Islam, suami tidak wajib membayar biaya pengobatannya jika istri sakit (Warraq, 2005. hal. 311).
Syariah tidak mengenal kata perkosaan dalam perkawinan. Begitu ‘mahr’
telah dibayar, sang istri jadi budak seks yang halal bagi
Muslim (biasanya jadi istri kedua, ketiga, atau keempat wanita2 lain
yang sama tidak berdayanya). Dalam pelacuran, pembeli jasa seks tidak
perlu peduli atas kepuasan seksual pelacurnya.
Kepuasan seksual dan pilihan pasangan yang diinginkan wanita tidak
dikenal dalam Islam. Kejadian2 perkosaan dalam perkawinan sedemikian
tinggi di Bangladesh, seperti yang dikeluhkan oleh Azad (1995, hal.
240), “Bagi wanita, malam pertama perkawinan adalah perlakuan seks yang
dipaksakan. Di Bangladesh, jumlah perkosaan perkawinan beberapa kali
lipat lebih tinggi daripada perkosaan2 jenis lain.”
Di laporannya yang lain, Azad (1995, hal. 248) lagi2 mengeluhkan, “Di
sini [Bangladesh], terjadi perkosaan yang dilakukan seorang pria dan
perkosaan rame2. Di sini terjadi; ayah memperkosa putri kandungnya
sendiri, menantu pria memperkosa mertua wanita… pejabat kantor
memperkosa penyapu kantor, guru pria memperkosa murid wanita, Imam
memperkosa anak perempuan TK, ipar pria memperkosa ipar wanita, mertua
pria memperkosa menantu wanita… “ [laporan ditulis dalam bahasa Bengali,
diterjemahkan oleh penulis].
Sikap Islam terhadap wanita dapat disejajarkan dengan tulisan abad ke
16 yang berjudul Taman yang Harum, ditulis oleh Shaykh Nefzawi. Begini
tanya Nefzawi “Tahukah kau bahwa agama wanita terletak dalam vagina2
mereka?” Dia melanjutkan, “Alat kelamin mereka tidak pernah terpuaskan,
dan untuk memuaskan nafsu berahi, mereka tidak peduli bersetubuh dengan
orang bodoh, negro, orang kotor, dan bahkan orang hina yang menjijikan.
Setanlah yang membuat cairan2 mengalir dari dalam vagina2
mereka” (dikutip Warraq, 1995, hal. 290).
Warraq (1995) mengeluhkan, “Islam selalu saja menganggap kaum wanita
sebagai makhluk rendah di segala bidang; secara fisik, intelek, dan
moral. Pandangan negatif ini jelas ditulis dalam Qur’an, ditunjang
ahadis, dan ditambah lagi dengan komentar2 para ahli agama Islam yang
merupakan penjaga dogma Islam dan kebodohan Muslim.”
Hukum Syariah Islam juga mengijinkan kawin sesaat saja. Hal ini
disebut sebagai kawin Mutah, yang tidak lebih daripada praktek pelacuran
terselubung. Dalam Kamus Islam, Mutah adalah ‘perkawinan kontrak
berbatas waktu tertentu, dengan imbalan uang’. (dikutip oleh
Brahmachari, 2008). Di bawah sistem ini, seorang Muslim bisa gonta-ganti
istri setiap hari. Perkawinan ini merupakan ijin sesaat untuk servis
seks dan dengan demikian merupakan penghalalan pelacuran.
Para Mulah dan Imam India sangat sadar akan hukum illahi perkawinan
Islam ini. Di Hyderabad, kota besar India, para Mullah dan Imam ini
bekerja sebagai germo untuk pria2 Arab. Banyak dari pria2 Arab tersebut
yang sangat kaya raya tapi bejad moral. Mereka berkunjung ke Hyderabad
dan mengawini gadis2 Muslimah India yang berusia muda, dengan bantuan
Mullah lokal untuk kawin dengan orang2 Arab tersebut dalam kurun waktu
15 sampai 30 hari saja. Setelah memuaskan nafsu berahinya dan mengambil
keperawanan gadis2 India malang ini sembari menikmati keramah-tamahan
masyarakat India, pria2 Arab ini menceraikan para gadis tersebut dengan
talak tiga. Mereka lalu kembali pulang ke tanah Arab sebagai pria
terhormat. Di satu kejadian, seorang pria Arab tua bernama Muhammad
Zafer Yaqub Hassan al Jorani dari Sharjah menikahi Haseena Begum; gadis
India berusia 19 tahun, pada tanggal 7 Mei, 2004, dan Muhammad
menceraikannya dua hari kemudian. Pada tanggal 24 Mei, Muhammad la
mengawini gadis Ruksana Begum berusia 16 tahun. Haseena lalu melaporkan
hal ini pada polisi dan Muhammad ditangkap bersama-sama dengan sang
Mullah germo Shamsuddin yang menerima bayaran 40.000 rupee dari
Muhammad. Muhammad sendiri sudah punya dua istri dan 11 anak di rumahnya
di Arab. Laporan lain di Hindu Voice keluaran bulan January 2007,
menyatakan seorang pria Arab kaya berusia 60 tahun menikahi tiga gadis
India yakni Afreen, Farheena dan Sultana, dalam waktu 10 menit di
Hyderabad. (Brahmachari, 2008).
Dilaporkan sekitar 35 sampai 40 perkawinan palsu setiap tahun antara
pria2 Arab kaya raya dan gadis2 Muslim India di Hyderabad. Angka
sebenarnya jauh lebih tinggi. Kenyataannya, para Mullah sudah mulai
mengejar-ngejar para Arab kaya ini sejak tiba di airport internasional
di Hyderabad. Begitu para Arab turun pesawat, mereka sudah disambut para
Mullah germo untuk mengadakan tawar-menawar pelayanan seks terselubung
dengan perkawinan. Foto2 gadis2 ditunjukkan, pembayaran diatur, dan
tanggal serta tempat perkawinan ditetapkan. Ini sungguh bisnis besar.
Perbuatan memalukan ini tidak diketahui anak2 dan cucu2 perempuan mereka
di tanah Arab yang berusia sama dengan sang gadis pengantin. Yang lebih
mengganggu lagi adalah para Arab ini kebanyakan menyewa kamar di rumah2
para Imam yang menyediakan fasilitas perkawinan palsu ini. Dalam
beberapa kasus, perkawinan hanya berlangsung selama 24 jam (Sheikh,
2005). Inilah caranya bagaimana para Mullah menggunakan Islam untuk
mempromosikan pelacuran Islamiah dan menggemukkan kantong mereka dengan
uang. Majhar Hussain, presiden Confederation of Voluntary Agencies
berkata, “Perkawinan Mutah ini merubah gadis2 Muslimah muda jadi
pelacur2.” (dikutip Brahmachari, 2008). Jika praktek ini terus terjadi
dan para Mullah tidak dihentikan, maka dalam waktu singkat Hyderabad
bisa jadi kota pusat penghalalan pelacuran Syariah Islamiah, dan jadi
‘Mekahnya Sarang Pelacuran) yang dicari-cari para Muslim, terutama dari
dunia Arab. Banyak Muslim yang akan datang ke India untuk servis Haji
Sex (naik haji sambil ngeseks Islamiah). Jika kekurangan perawan muda,
para Mullah bisa jadi mencari istri2 Muslimah muda usia untuk melakukan
bisnis pelacuran ini.
Berapa banyak Muslim India yang mengetahui kegiatan para Mullah germo
di Hyderabad? Tragisnya, para Mullah, sang penjaga Islam, malah menjadi
pemanfaat Islam yang terbesar. Para Mullah ini mencari nafkah dengan
mempertaruhkan kehormatan para wanita muda dari keluarga Muslim.
Dalam Islam, bahkan susu payudara wanita bukanlah miliknya sendiri,
karena suaminya (yang telah membelinya dengan ‘mahr’) lebih berhak
memiliki susu tersebut. Jika suami Muslim memaksa menyedot susu dari
istrinya, maka di bawah aturan Syariah, susu tersebut dianggap sebagai
makanan dan bukannya susu untuk pertumbuhan bayi. Menurut Muwatta Malik
(Buku 30, Nomer 30.1.11), “Menyedot susu… setelah dua tahun pertama,
banyak atau sedikit, bukanlah hal yang haram. Susu itu seperti makanan.”
Juga hadis lain dari Muwatta Malik (Buku 30, nomer 30.2.14), menyatakan
bahwa pria Muslim halal untuk meminum susu istrinya (atau, istri2nya,
dia bebas memilih dan merasakan mana yang lebih enak) setiap saat dan
boleh sambil menggauli istrinya secara seksual (wah, banyak banget nih
keuntungan suami Muslim dibandingkan suami non-Muslim). Inilah puncak
ketololan hukum illahi Allah.
Beberapa tahun yang lalu AIMPLB (All India Muslim Personal Law Board)
telah menetapkan aturan perkawinan. Tapi tidak ada anggota wanita dalam
badan ini (Sheikh, 2005). Di sebuah masyarakat beradab, hal ini sungguh
tidak terbayangkan, tapi biasa saja dalam dunia Muslim sih. Menurut
Islam, “daging halal” tubuh wanita tidak punya kepribadian ataupun jati
diri.
Dalam Syariah, wanita boleh dikawini di usia berapapun, bahkan jika
dia baru saja lahir. Khomeini berkata, “Pria boleh mendapatkan kepuasan
seksual dari seorang anak bahkan bayi sekalipun” (Paz, 2006). Yang
dikatakan Khomeini sangatlah tidak etis, tapi halal dalam Islam.
Muhammad sang nabi kegelapan merupakan maniak seks. Telah banyak tulisan
yang menyatakan koleksi istri2nya yang banyak itu (termasuk anak
ingusan Aisyah dan menantu Muhammad sendiri yang bernama Zainab), budak2
seks, dan gundik2 harem. Yang tidak banyak diketahui adalah Muhammad
juga tertarik pada bayi perempuan yang masih merangkak. Ibn Ishaq yang
merupakan penulis riwayat hidup sang Nabi yang tertua dan paling
terpercaya menyatakan hal ini dalam bukunya yang berjudul Sirat Rasul
Allah.
”… sang Nabi melihatnya (Ummu’l-Fadl) ketika dia masih bayi yang
merangkak di hadapannya dan berkata, ‘Jika dia telah tumbuh dan aku
masih hidup, aku akan mengawininya.’ Tapi sang Nabi terlebih dahulu
meninggal sebelum dia tumbuh besar…”
Umar (Khulafa Rashedin, salah satu dari 4 Kalifah Tauladan) mengikuti
jejak Muhammad dengan mengawini Umm Kulthum ketika berusia 4,5 tahun
atau setengah usia Aisyah ketika ditiduri oleh muhammad. Inilah aturan
illahi Islami. Jika Muhammad dan Kalifah Umar saja tidak normal,
bagaimana mungkin kita dapat menyalahkan Khomeini? Melakukan perkawinan
dengan anak2 adalah sama dengan melakukan pelacuran pada anak2.
Poligami dihalalkan dalam Qur’an (4:3). Muslim boleh mengambil sampai
empat istri dalam waktu yang bersamaan. Di India, saudara angkat Sultan
Mughal bernama Akbar yakni Mirza Aziz punya penjelasan lucu mengapa
pria butuh empat istri. ‘Pria harus menikah dengan satu wanita Hindustan
untuk memiliki anak, satu istri dari Khurasan untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga, satu wanita dari Iran untuk jadi teman bicara dan
bercakap.’ Dan yang keempat? ‘Ya tentu saja kawini pula satu wanita dari
Transoxiana untuk mencambuki ketiga istri lainnya dan menjaga
perdamaian.’ (Early, 1977 hal. 666).
Al-Ghazali menasehati semua Muslim sebagai berikut, “Jika seorang
wanita tidak mencukupi, ambilah beberapa lainnya (sampai jumlahnya
empat). Jika kau masih tidak bahagia, ganti saja mereka semua.”
Kemudahan memiliki sejumlah istri2 dan gundik2, dan kebebasan Muslim
untuk kawin terus diantara sanak keluarga sendiri seringkali
membingungkan hubungan antar anggota keluarga tersebut. Akibatnya,
ketiak Munawwar Ali yang masih kecil pergi ke Madrasah untuk dapat
pendidikan Islam; dirinya dikenal sebagai anak dari 20 anak dari seorang
istri dari 13 istri milik Sheikh Abdullah Ali! Banyaknya jumlah anak
ini merupakan salah satu alasan mengapa banyak keluarga Muslim yang
miskin.
Sepanjang sejarah, penguasa Muslim selalu punya ‘harem’ yang dijaga
ketat. Dalam bahasa Arab, ‘harem’ merupakan tempat terlarang di mana
seluruh ‘begum’ (istri2) hidup – dunia harem terkunci dari dunia luar.
Dalam bahasa sederhananya, harem merupakan tempat pelacuran milik
pribadi. Di India, harem para sultan Mughal sangatlah besar.
Akbar, yang merupakan sultan Mughal pertama, memiliki sampai lebih
dari 5.000 wanita (Early, 1977, hal. 642). Dari jumlah itu, istri2nya
berjumlah 300 orang dan yang lainnya adalah gundik. Anak lakinya yang
bernama Jahangir punya lebih dari 1.000 istri. Ali punya 200 istri. Ibn
al-Teiyib, imam terkenal dari Baghdad, yang usianya sampai 85 tahun,
dilaporkan punya 900 istri, al-Mutawakkil punya 400 istri – dan setiap
istri hanya ditidurinya semalam saja (Durant, 1950, hal. 222). Cucu
Muhammad yakni Hasan punya 300 istri. Hasan seringkali menikahi 4 wanita
sekaligus dan lalu menceraikan keempatnya secara bersamaan pula (Kasem,
n.d.). Para Muslim tidak menghormati kesucian perkawinan. Kebanyakan
imam2 Muslim punya banyak istri dan segudang anak. Durant (1950)
berkomentar, ‘Mungkin Islam salah aturan dan memperlakukan perkawinan
secara ekstrim.’
Abul Fazl (dikutip Early, 1977, hal. 643) mengajukan alasan ‘hebat’
untuk mendukung poligami – ‘Sama seperti bagi orang lain di mana satu
istri saja tidak cukup, maka demikian pula orang2 yang hebat punya lebih
banyak kebutuhan, agar rumah mereka tampak lebih megah, dan lebih
banyak orang lagi yang bisa dinafkahi.’
Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana orang2 Muslim ini bisa punya
sedemikian banyak istri, jika ketetapannya hanya boleh sampai empat
saja? Ya gampang saja, karena yang dibutuhkan hanyalah sedikit akal2an.
Allah berkata dalam Qur’an (4:3), “Nikahilah wanita yang baik bagimu,
dua orang, tiga orang atau empat orang.” Kalimat ini lalu diartikan
dalam berbagai pengertian yang berbeda-beda oleh para ahli Qur’an –
seorang ahli menambahkan dua, tiga, dan empat, sehingga jumlahnya jadi
sembilan istri. Ahli Qur’an yang lain mendapatkan jumlah 18 dengan cara
menjumlahkan dua, tiga, dan empat, lalu dikali dua (Eraly, 1977). Karena
Islam tidak pernah kekurangan ahli Qur’an, maka pengertian baru selalu
dapat dihasilkan bilamana uang sogokan tinggi tersedia. Inilah sebabnya
jumlah wanita di harem pribadi begitu membludak.
Dalam keluarga2 tradisional Muslim di negara2 Timur Tengah, ayah atau
kakak pria boleh mengawinkan wanita dalam keluarga kepada siapapun yang
diinginkannya, meskipun wanita itu masih di bawah umur. Kawin karena
dasar cinta kasih jarang terdengar dan malah dilarang, karena bisa2
jumlah mahr-nya berkurang. Para gadis biasanya menikah di usia 12 tahun,
dan menjadi ibu di usia 13 atau 14 tahun (Durant, 1950; hal. 220).
Seringkali pengantin pria tidak boleh melihat wajah pengantin wanita
sebelum pernikahan. Lalu daiakan perayaan, makan2, dan berdoa. Setelah
upacara2 tersebut, pengantin baru masuk ruangan tertutup dan pengantin
pria membuka cadar penutup wajah pengantin wanita sambil berkata, “Dalam
nama Allah, yang Maha Penyayang, Maha Pemurah..” Jika pengantin pria
tidak suka dengan apa yang dilihatnya, maka dia bisa seketika mengirim
kembali pengantin wanita ke orangtuanya beserta mahrnya dan mencari
pengantin wanita baru (Durant, 1950; hal. 220).
Secara umum, wanita tidak berharga dalam Islam (keadaan dunia Islam
jaman sekarang tidak banyak berbeda saat ini dibandingkan dengan jaman
Muhammad). Bahkan di kalangan Muslim paling rendah sekalipun, di mana
tidak banyak terdapat perbedaan gender, tetap saja nasib wanita lebih
jelek daripada nasib pria. Kaum wanita yang miskin semakin buruk
kesehatannya karena terus-menerus melahirkan dan membesarkan anak,
sambil harus terus bekerja mencari nafkah membantu suaminya. Tidak
banyak yang bisa dinikmati dalam hidup bagi mereka, kecuali tetap
berusaha hidup.
Di Afghanistan dan di Bangladesh, lebih dari separuh remaja wanita telah menikah.
Di Iran, para wanita biasanya menikah ketika mereka mencapai usia 9 tahun (Spencer, 2005).
Di Bangladesh, 59% para gadis menderita kekurangan gizi dan 10% lainnya sangat parah keadaannya. (UNDP, 1995).
Bahkan para Muslimah kelas menengah dan atas juga mengalami keadaan
yang sama, seperti yang dinyatakan oleh Manucci (1989), “Mereka
(Muslimah) tidak punya rasa ketertarikan di luar pengabdian rutin pada
keluarga, tidak punya kehidupan sosial di luar lingkungan keluarga, dan
tidak punya kedudukan dalam masyarakat.”
Pendidikan para Muslimah dalam masyarakat secara umum, biasanya tidak
lebih dari belajar sholat, membaca beberapa Sura Qur’an, dan belajar
seni mengurus rumah tangga (Durant, 1950; hal. 221). Kebebasan dan
pendidikan wanita dianggap sebagai ancaman dominasi pria. Omar sang
Kalifah kedua, mengatakan, ‘Larang wanita untuk belajar menulis! Cegah
mereka melakukan hal yang baru.’ Dan juga, ‘Suruh mereka telanjang saja,
karena pakai baju hanya alasan untuk keluar rumah saja.’ (Warraq, 2005,
hal. 299). Dalam tulisannya yang lain, Durant (1950) mengeluhkan, “Di
masa kecilnya yang menyenangkan dia menikmati beberapa tahun penuh kasih
sayang, tapi di usia 7 atau 8 tahun, dia lalu dikawinkan dengan pemuda
dari keluarga pilihan ayahnya yang menawarkan uang untuk membeli
pengantin wanita… si gadis cilik ini harus tunduk atas perintah ayahnya,
suaminya, atau bahkan anak lakinya sendiri; dia selalu jadi babu,
jarang sekali dianggap sederajat dengan pria. Sang suami menuntut banyak
anak darinya, atau tepatnya anak2 laki; kewajiban sang wanita hanya
menghasilkan tentara2 saja. Di banyak kasus, dia merupakan salah satu
dari banyak istri suaminya. Sang suami bisa dengan mudah menceraikannya
sesuka hatinya.”
Di Pakistan, fundamentalis Islam sangat menentang keras pendidikan
bagi wanita. Di masa tiada hukum selama lima hari di bulan Februari,
2004; para Muslim ini membakar delapan sekolah bagi para pelajar putri
(Spencer, 2005). Para Mullah Pakistan, menyatakan bahwa para Muslimah
yang ingin belajar berarti melakukan pemberontakan terhadap Islam:
“Peringatkan para wanita tersebut, kami akan cabik2 mereka. Kami akan
hukum mereka dengan hebatnya, sehingga di masa depan tidak akan ada lagi
yang berani bersuara menantang Islam.” (dikutip oleh Warraq, 2005. hal.
321)
FaithFreedom Indonesia
Mustahil Kristen bisa menjawab
BalasHapuspertanyaan setingkat SLTP ini?
1. Mana pengakuan yesus dalam
Bibel bahwa dirinya tuhan, dan
perintah untuk menyembah
dirinya ?
2. Mana keterangan dalam Bibel
tentang Tanggal Lahir yesus dan
perintah merayakan natal pada
tanggal 25 Desember ??
3. Mana perintah yesus untuk
beribadah hari minggu ?
4. Kenapa kristen meghallalkan
berzinah ? apa dasarnya ?
pemain bokep amerika 100%
kristen dan tidak dilarang oleh
agama kristen !
5. Siapa orang yang pertama kali
melukis wajah tuhan / yesus ?
sertakan dalil yang kuat
6. Apa agama yang di anut yesus
ketika masih hidup ? kristen atau
katolik ? sertakan dalil
7. Mana dalil dalam
bibel ,''asalkan percaya kepada
yesus pasti masuk surga'' ? ada
kata PASTI !!!
8. Kenapa jumlah ayat bibel
berbeda-beda, bibel indonesia
berbeda dengan bibel amerika,
dan negara lainnya. dan
perbedaanya sangat jauh !
9. Sebutkan siapa yang hafal
bibel di luar kepala, walau 1
surah saja !
10. Kenapa agama kristen
menghalalkan minuman keras ?
apa dasarnya ?
11. Kenapa agama kristen selalu
mengamandemen kitab sucinya
''bibel'' ?
12. Kenapa agama kristen
meghallalkan makan
anjing,babi,dan hewan najis
lainnya ? apa dasarnya ?
13. Jika yesus benar tuhan, tentu
sangat diabadikan makam
aslinya, dimana makam asli
yesus, sebutkan alasan tentang
kebenarannya !
14. Kenapa yesus
sembahyanag ? siapa yang ia
sembah ?
15. Kenapa yesus di baptis ?
kenapa tuhan di baptis oleh
manusia ?
16. Mana dalil bahwa yesus yang
menciptakan alam semesta
beserta isinya ?
17. Mana dalil tentang tuntunan
sembahyang dengan bernyanyi ?
18. Jika benar yesus tuhan.
Kenapa tuhan rela mati demi
makhluk ciptaanya sendiri ?
dimaa derajatnya sebagai tuhan ?
dasar pembuat tulisan ini goblok alias gak pake otak nya buat mikir
BalasHapusjika kamu memang orang beragama... apakah tidak diajarkan oleh agama yang anda anut. untuk tidak mencela agama orang lain.. jika anda orang seperti tu!!!!!! berarti anda dan agama anda sama tercelanya seperti tulisan yang anda buat diatas...
BalasHapus