ditulis oleh Studens Philosophiae
Klaim
dari beberapa pihak tertentu adalah bahwa QS.10:92 adalah mukjizat
lantaran memprediksi ditemukannya mumi Fir’aun. Mereka mengidentifikasi
Fir’aun ini sebagai Ramses II atau Merneptah (putra Ramses II). Mereka
mengklaim juga bahwa terdapat bukti ilmiah bahwasanya Ramses II atau
Merneptah mati secara tenggelam dan -menurut beberapa versi- tidak
dimumikan secara sengaja.
Bunyi dari surah Yunus ayat 92 ini adalah:
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
Masalah pertama dari klaim ini adalah dari segi tafsir itu sendiri. Ibn Abbas serta ijma’ para Salaf mengatakan bahwa yang dimaksud dari ayat ini adalah bahwa mayat Fir’aun didamparkan ke darat untuk dilihat oleh Banu Israel yang terselamatkan. Hal ini termaktub baik di Tafsir Jalalayn maupun Tafsir Ibn Kathir. Jadi, tidak ada diimplikasikan bahwa badan Fir’aun selamat sepanjang masa, namun badannya diselamatkan untuk dapat disaksikan Banu Israel agar mereka yakin bahwa Fir’aun telah meninggal dan peristiwa ditampakkannya badan Fir’aun itu menjadi pelajaran bagi mereka dan keturunan mereka.
Masalah kedua adalah secara terminologis. Fir3aun itu adalah sebuah gelar, bukan nama orang. Namun jika kita lihat penggunaan kata Fir3aun di Al-Qur’an, bentuknya justru seperti penggunaan nama orang. Dalam bahasa Arab, terdapat beberapa perbedaan antara kata benda biasa dengan nama orang:
Kata Benda Biasa:
1. Dapat memiliki artikel definit (al-).
2. Berupa triptotos, yakni kasus nominatif (marfu’), akkusatif (mansuub), dan genitif (mud.aaf ilaih) masing-masing memiliki akhiran/penanda yang berbeda. Akhiran nominatif, akkusatif dan genitif masing-masing adalah –u, -a, -i.
3. Mengalami nunasi (penambahan sengau “-n”) pada penanda masing-masing kasus dalam keadaan indefinit (tidak pakai awalan al-).
Nama Orang:
1. Tidak memiliki artikel definit.
2. Untuk nama orang asing (Israel, Koptik/Mesir, dll.) tidak pakai triptotos, namun diptotos, yakni kasus genitive dan akkusatif memakai akhiran/penanda yang sama.
3. Tidak mengalami nunasi dalam keadaan apapun.
Jika diperhatikan di dalam Al-Qur’an, seluruh penggunaan kata ‘Fir’aun’ memenuhi syarat-syarat nama orang dan tidak memenuhi syarat-syarat kata benda biasa. Sebuah gelar atau atribut seseorang itu selalu tergolong ke dalam kategori kata benda biasa. Contohnya, perhatikan penggunaan Asmaa’u l-Husnaa.
Masalah ketiga adalah masalah arkeologis. Baik Merneptah maupun Ramses II meninggal pada usia tua. Merneptah sendiri meninggal akibat penyakit arterosklerosis. Keduanya mengalami ritual pemumian dengan organ dalam tubuhnya dipindahkan ke kendi-kendi serta badannya dibalsem dengan suatu jenis garam. Selain itu, pemumian tidak hanya dilakukan pada kedua Fir3aun ini namun berlaku bagi seluruh Fir3aun yang ada sampai ke era Ptolomeus bahkan juga diaplikasikan ke mayat-mayat rakyat jelata. Hal ini bertentangan dengan klaim bahwa terpeliharanya jasad Fir’aun itu lantaran mu’jizat sekaligus membantah mitos pengejaran Fir’aun kepada Bani Israel (raja yang terlalu tua tidak bisa memimpin tentara dan mereka meninggal secara alami).
Masalah keempat adalah masalah historiografis. Proses pemumian itu sudah sangat dikenal baik dalam kebudayaan kuno. Selain itu, ada bukti kuat bahwa ritual pemumian Mesir itu dipelihara bahkan sampai detik-detik sebelum serangan Arab-Islam ke Mesir Byzantium. Bahkan, etimologi kata “mumi” itu sendiri berasal dari dugaan bangsa Arab yang baru menjajah Mesir adalah bahwa jasad-jasad itu dilapisi oleh bitumen alias “mummiya”. Hal ini berarti bahwa bangsa-bangsa lain di zaman kuno (sampai abad ke-6 atau 7) tahu bahwa di Mesir terdapat jasad-jasad yang terpelihara. Hal ini bertentangan dengan klaim mukjizat lantaran suatu pernyataan hanya dapat disebut mukjizat jika mustahil diketahui oleh orang lain.
Kesimpulan dari analisis ini adalah jika dilihat dari semua ilmu yang relevan (arkeologi, historiografi, terminologi, dan eksegesis), maka klaim tersebut tidak berdasar.
Sumber
http://library.thinkquest.org/C0116982/HTML%20page%20folder/hmummification.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Ramesses_II
http://en.wikipedia.org/wiki/Merneptah
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/376220/Merneptah
http://www.spurlock.illinois.edu/explorations/online/mummification/index.html
Bunyi dari surah Yunus ayat 92 ini adalah:
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.”
Masalah pertama dari klaim ini adalah dari segi tafsir itu sendiri. Ibn Abbas serta ijma’ para Salaf mengatakan bahwa yang dimaksud dari ayat ini adalah bahwa mayat Fir’aun didamparkan ke darat untuk dilihat oleh Banu Israel yang terselamatkan. Hal ini termaktub baik di Tafsir Jalalayn maupun Tafsir Ibn Kathir. Jadi, tidak ada diimplikasikan bahwa badan Fir’aun selamat sepanjang masa, namun badannya diselamatkan untuk dapat disaksikan Banu Israel agar mereka yakin bahwa Fir’aun telah meninggal dan peristiwa ditampakkannya badan Fir’aun itu menjadi pelajaran bagi mereka dan keturunan mereka.
Masalah kedua adalah secara terminologis. Fir3aun itu adalah sebuah gelar, bukan nama orang. Namun jika kita lihat penggunaan kata Fir3aun di Al-Qur’an, bentuknya justru seperti penggunaan nama orang. Dalam bahasa Arab, terdapat beberapa perbedaan antara kata benda biasa dengan nama orang:
Kata Benda Biasa:
1. Dapat memiliki artikel definit (al-).
2. Berupa triptotos, yakni kasus nominatif (marfu’), akkusatif (mansuub), dan genitif (mud.aaf ilaih) masing-masing memiliki akhiran/penanda yang berbeda. Akhiran nominatif, akkusatif dan genitif masing-masing adalah –u, -a, -i.
3. Mengalami nunasi (penambahan sengau “-n”) pada penanda masing-masing kasus dalam keadaan indefinit (tidak pakai awalan al-).
Nama Orang:
1. Tidak memiliki artikel definit.
2. Untuk nama orang asing (Israel, Koptik/Mesir, dll.) tidak pakai triptotos, namun diptotos, yakni kasus genitive dan akkusatif memakai akhiran/penanda yang sama.
3. Tidak mengalami nunasi dalam keadaan apapun.
Jika diperhatikan di dalam Al-Qur’an, seluruh penggunaan kata ‘Fir’aun’ memenuhi syarat-syarat nama orang dan tidak memenuhi syarat-syarat kata benda biasa. Sebuah gelar atau atribut seseorang itu selalu tergolong ke dalam kategori kata benda biasa. Contohnya, perhatikan penggunaan Asmaa’u l-Husnaa.
Masalah ketiga adalah masalah arkeologis. Baik Merneptah maupun Ramses II meninggal pada usia tua. Merneptah sendiri meninggal akibat penyakit arterosklerosis. Keduanya mengalami ritual pemumian dengan organ dalam tubuhnya dipindahkan ke kendi-kendi serta badannya dibalsem dengan suatu jenis garam. Selain itu, pemumian tidak hanya dilakukan pada kedua Fir3aun ini namun berlaku bagi seluruh Fir3aun yang ada sampai ke era Ptolomeus bahkan juga diaplikasikan ke mayat-mayat rakyat jelata. Hal ini bertentangan dengan klaim bahwa terpeliharanya jasad Fir’aun itu lantaran mu’jizat sekaligus membantah mitos pengejaran Fir’aun kepada Bani Israel (raja yang terlalu tua tidak bisa memimpin tentara dan mereka meninggal secara alami).
Masalah keempat adalah masalah historiografis. Proses pemumian itu sudah sangat dikenal baik dalam kebudayaan kuno. Selain itu, ada bukti kuat bahwa ritual pemumian Mesir itu dipelihara bahkan sampai detik-detik sebelum serangan Arab-Islam ke Mesir Byzantium. Bahkan, etimologi kata “mumi” itu sendiri berasal dari dugaan bangsa Arab yang baru menjajah Mesir adalah bahwa jasad-jasad itu dilapisi oleh bitumen alias “mummiya”. Hal ini berarti bahwa bangsa-bangsa lain di zaman kuno (sampai abad ke-6 atau 7) tahu bahwa di Mesir terdapat jasad-jasad yang terpelihara. Hal ini bertentangan dengan klaim mukjizat lantaran suatu pernyataan hanya dapat disebut mukjizat jika mustahil diketahui oleh orang lain.
Kesimpulan dari analisis ini adalah jika dilihat dari semua ilmu yang relevan (arkeologi, historiografi, terminologi, dan eksegesis), maka klaim tersebut tidak berdasar.
Sumber
http://library.thinkquest.org/C0116982/HTML%20page%20folder/hmummification.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Ramesses_II
http://en.wikipedia.org/wiki/Merneptah
http://www.britannica.com/EBchecked/topic/376220/Merneptah
http://www.spurlock.illinois.edu/explorations/online/mummification/index.html
goblok kamu
BalasHapus1"Maka pada hari ini ...dst"....hari ini itu kapan? berlaku seterusnya.
2. bukan cuma jasadnya, keretanya juga ditemukan di dasar laut
sudah panjang2...salah lagi !
tujuhsinar, "hari ini" = berlaku seterusnya? hahaha... ntu ucapan tanpa ilmu dul.
HapusAlquran mengindikasikan pada zaman Musa hidup di Mesir hanya ada satu Firaun, padahal sejarah mengatakan setidaknya Musa mengalami dua pemerintahan Firaun yang berbeda.
Mosok sih allah swt ngasih informasi salah.
tujuhsinar, "hari ini" = berlaku seterusnya? hahaha... ntu ucapan tanpa ilmu dul.
BalasHapusAlquran mengindikasikan pada zaman Musa hidup di Mesir hanya ada satu Firaun, padahal sejarah mengatakan setidaknya Musa mengalami dua pemerintahan Firaun yang berbeda.
Mosok sih allah swt ngasih informasi salah.
banyak orang yg tau Quran, tp sngt sedikit yg memahami isinya, jika muslim saja tidak banyak yg mmahami Quran, gmana halnya dg non muslim, satu titik dan koma sj didalam kitab Quran, dipastikan non muslim tidak paham(kecuali yg mncari petunjuk), kenapa mrk tdk paham, itu disebabkn mereka mmbaca kitab Quran bukan u mncari petunjuk, melainkan mencari cela.
HapuswallahuA'lam
Muslim yang satu ni, ngomongin goblok ma orang, kalau elu pandai silahkan dong dikritik yang positif.
BalasHapusTentu para pengumpul ayat alquran sudah pandai dan agak berilmu dikit, sebab kenyataannya alquran disusun-susun mulai dari abad pertengahan 8 dan 9.ilmu pengetahuan sudah mulai berkembang. jadi alquran dicap punya mujizat dan berilmu itu hanya kosong belaka
BalasHapus